Dalam tradisi pernikahan masyarakat Banjar, terdapat satu ritual yang tidak hanya dianggap sakral, tetapi juga punya nilai budaya yang terus dijaga hingga kini. Badudus namanya.
Masyarakat Banjar menyebutnya pula sebagai Bapapai, yakni upacara siraman pengantin yang biasanya dilakukan sehari sebelum akad atau resepsi pernikahan. Badudus bukan hanya 'mandi sebelum menikah', tetapi dianggap sebagai pintu masuk menuju fase hidup baru yang disucikan.
Melalui berbagai ritual, dari air doa, bunga, kain, lilin, hingga piduduk, masyarakat Banjar memandang pernikahan bukan hanya ikatan dua insan, tetapi perjalanan spiritual yang menuntut kesiapan batin dan perlindungan dari segala gangguan buruk. Karena itulah, Badudus dijalankan dengan penuh khidmat, doa, dan tata cara yang diwariskan turun-temurun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akar Tradisi Badudus dan Makna Filosofinya
Jika ditelusuri, tradisi Badudus berada dalam budaya Banjar yang sangat menekankan keseimbangan antara lahir dan batin. Di dalam momen sakral inilah calon pengantin diperlakukan seperti 'anak kecil yang dimandikan kembali', sebagai simbol bahwa pengantin itu meninggalkan masa lalu dan memasuki kehidupan baru dalam keadaan suci.
Dalam penjelasan yang dikutip dari laman Kesultanan Banjar, ritual Badudus mencakup tiga pilar utama:
- Pembersihan lahir dan batin
- Perlindungan spiritual atau tolak bala
- Penyatuan hidup dan harapan masa depan
Ketiganya tergambar melalui seluruh perlengkapan dan gerakan yang dilaksanakan selama ritual berlangsung. Tidak ada unsur yang hadir secara kebetulan, setiap detail memiliki makna tentang kehidupan rumah tangga, moralitas, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
Sesaji Piduduk
Sebelum prosesi mandi dimulai, disiapkan terlebih dahulu piduduk, yaitu seperangkat sesajian. Piduduk sendiri berfungsi sebagai pelindung dari gangguan gaib dan penolak hadirnya energi buruk.
Isi piduduk dan maknanya antara lain:
1. Baras bujur (beras putih) dan pisang
Keduanya melambangkan keberkahan hidup. Beras putih dipandang suci, bersih, dan menjadi simbol makanan pokok yang menopang kehidupan. Pisang, yang selalu tumbuh beranak, mewakili harapan agar pasangan menjadi sumber manfaat bagi keluarga dan masyarakat.
2. Nyiur (kelapa)
Kelapa adalah simbol perilaku baik dan keluhuran budi. Dalam banyak tradisi Banjar, kelapa juga dipahami sebagai lambang kehidupan yang bermanfaat dari ujung akar hingga pucuk daun, sebuah harapan agar rumah tangga pengantin memberi kebaikan pada sekitarnya.
3. Baras lakatan (beras ketan), gula habang (gula merah), dan hintalu (telur)
Ketiga unsur ini menggambarkan hidup bersama dengan filosofinya:
- Beras ketan yang lengket menyimbolkan rumah tangga yang kuat dan saling terpaut.
- Gula merah melambangkan manisnya kehidupan bersama, kesabaran, dan kemurahan hati.
- Telur menjadi lambang kesempurnaan dan harapan akan keturunan.
Piduduk menjadi perangkat penting dalam Badudus karena masyarakat Banjar percaya tanpanya, calon pengantin dapat rentan terhadap gangguan halus seperti kesurupan atau sakit mendadak. Karena itu penyiapannya dilakukan dengan teliti dan penuh penghormatan.
Prosesi Badudus: Air Doa, Mayang, Tapih, dan Siraman yang Diulang Ganjil
Ritual inti Badudus adalah siraman, yaitu memandikan calon pengantin menggunakan banyu doa (air doa) yang diberi wewangian bunga. Menurut adat, siraman dilakukan dalam bilangan ganjil antara 3, 5, atau 7 kali sebagai lambang kesempurnaan dan keberkahan.
Tahapan Siraman
Penjelasan detail dari laman Kesultanan Banjar menggambarkan alur siraman yang sangat terstruktur sebagai berikut:
- Penyiraman dimulai dari bahu kanan, lalu bahu kiri.
- Kemudian beralih ke kepala, sebagai pusat akal dan kesadaran.
- Terakhir seluruh tubuh disiram, dilakukan bergantian oleh para sesepuh atau pemandi khusus.
Selama siraman berlangsung, para tetua melantunkan selawat dan doa. Lantunan ini menjadi bentuk permohonan agar calon pengantin dibersihkan dari segala hal buruk, dijauhkan dari nasib sial, dan dipayungi keberkahan sepanjang hidup berumah tangga.
Makna pada Perlengkapan Siraman
Ritual Badudus menggunakan berbagai unsur yang masing-masing menyimpan maknanya tersendiri:
- Tapih (sarung baru): Dipakai ketika dimandikan dan kelak dibuang ke atas atap rumah sebagai simbol bahwa 'masa lalu telah dilepas'. Ketika sarung itu diambil kembali, maka dianggap membawa berkah dari prosesi suci.
- Mayang (bunga kelapa): Melambangkan kesucian, kecantikan, dan pemurnian. Mayang menjadi penolak segala energi negatif yang mungkin melekat pada pengantin.
- Kambang malati (bunga melati): Menjadi simbol hati yang bersih, budi pekerti yang halus, dan keanggunan seorang wanita atau lelaki yang siap menikah.
- Nyiur (kelapa): Menegaskan harapan agar pengantin memiliki perilaku yang bermanfaat dan selalu berada dalam lindungan.
- Air doa: Menjadi inti ritual di mana air yang telah didoakan diyakini membersihkan jiwa dan melindungi dari gangguan halus.
Ritual Rias Naik Mandi
Setelah disiram, calon pengantin menjalani tahap berikutnya, yaitu Rias Naik Mandi. Tahap ini menggambarkan transformasi dari 'jiwa yang dibersihkan' menjadi pribadi yang siap memasuki dunia pernikahan.
Beberapa perlengkapan serta maknanya adalah:
1. Tiga lapis tapih
Pengantin duduk di atas tiga lapis sarung sebagai simbol stabilitas, keseimbangan hidup, dan fondasi rumah tangga yang kokoh.
2. Lilin yang diputar tiga kali
Gerakan melingkar melambangkan cahaya kehidupan. Lilin menjadi penerang perjalanan baru agar pengantin selalu berjalan di jalur kebaikan.
3. Caramin (cermin)
Merupkan simbol refleksi diri. Pengantin diingatkan agar selalu bercermin ke hati, menjaga sikap, dan tidak sombong.
4. Minyak bamantra
Minyak yang diberi doa ini dioleskan sebagai lambang keharuman pribadi, keteduhan, dan berkah yang menyertai rumah tangga.
5. Bubur putih dan bubur habang, serta pupur (bedak)
Melambangkan kesucian, ketulusan, dan harapan agar wajah pengantin berseri, baik secara fisik maupun spiritual.
Meskipun zaman terus berubah, masyarakat Banjar masih mempertahankan Badudus sebagai bagian penting dari upacara pernikahan. Alasannya tidak lain untuk mengajarkan bahwa pernikahan adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesiapan batin, perlindungan, dan restu keluarga serta leluhur.
Demikian penjelasan tentang tradisi Badudus yang masih hidup di tengah masyarakat Banjar. Semoga bermanfaat!
Simak Video "Mengisi Tenaga dengan Hidangan Lezat di Banjarmasin"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/des)
