Kisah Nyai Balau, Pahlawan Wanita Sakti dari Kalimantan Tengah

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Jumat, 07 Nov 2025 10:31 WIB
Ilustrasi perempuan dayak. Foto: detikcom/Agung Pambudhy
Samarinda -

Rimbunnya hutan tropis Kalimantan Tengah menyimpan kisah tentang seorang perempuan luar biasa bernama Nyai Balau. Perempuan itu berasal dari Tewah, sebuah wilayah di Kabupaten Gunung Mas yang dikelilingi sungai dan rimba hijau. Namanya dikenal hingga kini bukan hanya karena kesaktiannya, tetapi juga karena keberanian dan kebijaksanaannya dalam memperjuangkan keadilan.

Kata balau dalam bahasa Dayak berarti rambut panjang. Nama itu disematkan karena Nyai Balau memiliki rambut hitam legam yang terurai indah hingga ke pinggangnya. Di balik kelembutan dan keanggunannya, Nyai Balau adalah sosok yang kuat, berani, dan sangat mencintai keluarganya. Ia dikenal sopan dalam berbicara, santun dalam bertindak, dan sangat taat kepada orang tuanya.

Disadur dari buku Nyai Balau: Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah (2016) karya Tjak Basori, inilah kisah Nyai Balau, wanita sakti dari Tengah Kalimantan.

Tragedi di Juking Sopang

Kehidupan damai Nyai Balau berubah menjadi duka ketika satu-satunya anak laki-lakinya tewas secara tragis. Anak yang ia sayangi ditemukan sudah tidak bernyawa, kepalanya dipenggal oleh Antang, seorang pria sombong dan kejam dari wilayah Juking Sopang. Kematian itu mengguncang Nyai Balau. Ia berduka, tetapi tidak tenggelam dalam kesedihan. Nyai Balau pun bertekad untuk menuntut keadilan bagi anaknya.

Selama tujuh hari tujuh malam, Nyai Balau melakukan tapa brata di dalam hutan. Ia memohon petunjuk kepada Tuhan Penguasa Alam, berharap diberi kekuatan untuk menghadapi pelaku. Dalam keheningan malam pertapaan, ia bertemu sosok nenek berjubah putih yang memberinya pesan suci.

Sang nenek lalu menghadiahkan selendang sakti, sebuah pusaka yang kelak menjadi senjata andalan Nyai Balau. Dari sinilah perjalanan seorang ibu berubah menjadi kisah kepahlawanan yang dikenang masyarakat Dayak hingga kini.

Pertarungan Nyai Balau VS Amang

Setelah kembali ke rumah, Nyai Balau memimpin suaminya dan para prajurit menuju Juking Sopang. Ia datang bukan untuk membalas dendam semata, melainkan untuk menuntut pengakuan dan keadilan. Di hadapan warga, ia menantang Antang untuk bertanggung jawab atas kematian anaknya.

Namun Antang, yang angkuh dan keras kepala, menolak permintaan itu. Ia malah menertawakan Nyai Balau dan menyerangnya lebih dulu. Dengan tenang dan sigap, Nyai Balau menghindar dari setiap serangan. Saat Antang lengah, ia mengibaskan selendangnya dan seketika tubuh Antang terpental dan jatuh tersungkur ke tanah.

Meski begitu, Nyai Balau tidak ingin membunuhnya. Ia memberi kesempatan kepada Antang untuk meminta maaf dan menegakkan perdamaian secara adat. Tapi kesombongan Antang membuatnya kembali menyerang. Dalam pertempuran yang sengit itu, Nyai Balau akhirnya mengerahkan seluruh kesaktiannya. Dengan ayunan terakhir selendang sakti, Antang tewas di tangannya.

Kemenangan itu tidak membuat Nyai Balau sombong. Ia justru mengajak masyarakat Juking Sopang untuk berdamai dan hidup rukun. Ia menolak untuk membayar denda adat, sebab baginya, keadilan tidak bisa ditebus dengan harta, melainkan dengan tanggung jawab moral.

Sejak saat itu, Nyai Balau dikenal sebagai wanita sakti nan bijaksana. Ia disegani masyarakat, bukan hanya karena kekuatannya, tetapi juga karena keteguhannya menegakkan nilai-nilai adat dan kemanusiaan. Dalam beberapa versi cerita, Nyai Balau bahkan diangkat menjadi pangkalima, pemimpin perempuan yang dihormati di Tewah.

Nilai dan Warisan yang Ditinggalkan Nyai Balau

Kisah Nyai Balau mengandung pesan tentang keteguhan hati seorang ibu, keberanian perempuan, dan kearifan lokal masyarakat Dayak. Nyai Balau menunjukkan bahwa perempuan pun bisa menjadi pemimpin, penegak keadilan, dan pembawa kedamaian.

Dalam budaya Dayak, nama "Nyai" tidak sembarang diberikan. Gelar itu diperoleh bukan karena garis keturunan, tetapi karena kebijaksanaan, kemampuan, dan keberanian seseorang dalam membela kebenaran. Maka tak heran jika kisah Nyai Balau terus diajarkan dari generasi ke generasi, bahkan diangkat dalam berbagai pagelaran seni dan budaya di Kalimantan Tengah.

Itu dia cerita perjuangan Nyai Balau. Sosoknya bukan hanya legenda, tetapi simbol bahwa perempuan Dayak memiliki peran besar dalam menjaga kehormatan dan keseimbangan hidup di bumi Kalimantan.



Simak Video "Merasakan Kehangatan dan Kearifan Lokal Warga Desa Hajak"

(aau/aau)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork