Melihat Barang Peninggalan Prajurit Kayan

Melihat Barang Peninggalan Prajurit Kayan

Oktavian Balang - detikKalimantan
Selasa, 14 Okt 2025 20:30 WIB
Festival Irau Malinau ke-11 tidak hanya diramaikan  penampilan artis papan atas. Tetapi juga mengajak pengunjung menyelami kekayaan budaya melalui pameran sejarah suku Dayak Kayan.
Mandau saksi bisu perjalanan prajurit Kayan/Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Malinau -

Festival Irau Malinau ke-11 tidak hanya diramaikan penampilan artis papan atas. Tetapi juga mengajak pengunjung menyelami kekayaan budaya melalui pameran sejarah suku Dayak Kayan.

Pantauan detikKalimantan di lokasi pameran, tampak deretan ukiran khas Dayak Kayan yang memadukan kekuatan dan keindahan secara harmonis. Peralatan tradisional seperti anyaman rotan, manik-manik, taring hewan, hingga senjata tajam tertata rapi, sebagian dipajang dalam bingkai estetik.

Tak ketinggalan, foto-foto situs purbakala dari zaman Megalitikum yang tersebar di desa-desa Kecamatan Data Dian dan Long Alabgo, turut memikat perhatian. Salah satu yang menonjol adalah koleksi senjata tajam seperti mandau, bujak, dan tameng.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekilas, benda-benda ini tampak seperti produksi modern, namun ternyata peninggalan leluhur Dayak Kayan yang kerap digunakan dalam peperangan.

Salah satu artefak yang mencuri perhatian adalah mandau dengan gagang dan sarung terbuat dari tulang, dihiasi ukiran tengkorak dan anyaman rotan yang kokoh.
Ishak Usman, pemandu di stand pameran Dayak Kayan, dengan sigap menjelaskan makna benda-benda tersebut kepada pengunjung.

"Benda-benda ini bukan sekadar barang kuno, melainkan saksi bisu perjalanan panjang peradaban masyarakat maupun prajurit suku Kayan," ujar Ishak, Selasa (14/10/2025).

Ia menjelaskan tameng perang kuno yang sering dihiasi rambut musuh yang dikalahkan, merupakan simbol keberanian. "Semakin banyak rambut di tameng, semakin tinggi status dan keberanian pemiliknya," ungkapnya.

Hanya keturunan bangsawan yang memenangkan banyak perang yang berhak menyimpan benda pusaka ini. Selain mandau dan tameng, bujak, tombak khas Kayan juga menjadi daya tarik. Ishak menyebutkan bujak memiliki dua fungsi, untuk menusuk dan sebagai sumpit beracun.

"Nenek moyang kami sedari dulu sudah menggunakan bujak tembak dengan racun sumpit," terangnya dengan antusias.

Selain senjata, tempayan kuno juga mencuri perhatian. Ishak menjelaskan tempayan tidak hanya berfungsi sebagai wadah, tetapi juga sebagai peti mati pada masa lalu.

"Mayat disimpan dalam tempayan, diasapi dengan damar hingga kering, lalu dilipat dan dimasukkan ke dalam tempayan atau ukiran kayu ulin," jelasnya sambil menunjuk tempayan bermotif naga.

Prosesi pemakaman suku Dayak Kayan pun unik. Mayat bangsawan biasanya disimpan dalam kuburan batu besar dengan ukiran rumit, menandakan status sosial tinggi.

"Orang yang dikubur di batu besar biasanya punya nama besar," tambah Ishak, diiringi suara musik dari panggung Padan Liu Burung.

Menurut Ishak, suku Kayan berasal dari Hulu Kayan, daerah yang sepenuhnya dikuasai leluhur mereka. Nama Sungai Kayan di Kabupaten Bulungan menjadi bukti kepemimpinan suku ini.

"Kalau di Malinau, suku Kayan tersebar di desa-desa seperti Respen, Langap, Adil, Gong Solok, Seturan, dan Leban Nyarit," bebernya.

Bagi Ishak, Festival Irau bukan sekadar perayaan, melainkan momen sakral untuk mengenang leluhur. "Saya merasa kehadiran nenek moyang di acara ini. Saya bangga memperkenalkan budaya Kayan dan mengenal suku lain. Festival ini menciptakan kerukunan dan persaudaraan," ungkapnya sambil mengimbangi suara nyaring dari atas panggung.

Festival Irau Malinau ke-11 tidak hanya diramaikan  penampilan artis papan atas. Tetapi juga mengajak pengunjung menyelami kekayaan budaya melalui pameran sejarah suku Dayak Kayan.Salah satu tas tradisional dayak Kayan (anjat) yang digunakan untuk menggendong bayi/ Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan

Namun, pelestarian warisan budaya ini tidak luput dari tantangan. Ishak mengeluhkan maraknya pencurian artefak dari kuburan kuno.

"Kalau tidak dijaga, benda-benda ini mudah dicuri," ujarnya.

Ia berharap generasi muda dapat melanjutkan tradisi dan menjaga warisan leluhur. "Semoga sejarah ini bisa dihidupkan kembali oleh generasi mendatang," katanya.

Ishak juga optimistis Festival Irau ke-12 pada 2026 akan lebih meriah. Pameran di Festival Irau ke-11 ini menjadi jendela menuju masa lalu suku Kayan yang kaya akan sejarah dan nilai luhur.

"Dengan benda peninggalan ini, pengunjung diajak untuk tidak melupakan akar budaya dan terus melestarikan warisan yang tak ternilai harganya," tutupnya.




(sun/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads