Pesan Pertama Bupati Malinau Usai Resmi Bergelar Radcha Bawang

Pesan Pertama Bupati Malinau Usai Resmi Bergelar Radcha Bawang

Oktavian Balang - detikKalimantan
Selasa, 14 Okt 2025 14:30 WIB
Penobatan Bupati Malinau Sebagai Radcha Bawang
Bupati Malinau dinobatkan sebagai Radcha Bawang. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Malinau -

Bupati Malinau Wempi W Mawa telah resmi bergelar 'Radcha Bawang', pemimpin adat tertinggi Dayak Lundayeh. Ia menyerukan pesan persatuan dan komitmen untuk menjaga warisan budaya serta alam.

"Lestarikan budaya, kembangkan budaya, jaga dan lindungi seluruh kepentingan masyarakat Lundayeh," ujarnya usai penobatan di Lapangan Padan Liu Burung (PLB), Malinau, Selasa (14/10/2025).

Ia kemudian memberikan titah langsung kepada Pasukan 1.000 yang telah mengawalnya. Pasukan 1.000 atau Baweh Meribu merupakan pasukan yang memiliki tugas khusus menjaga pemimpin adat tertinggi Dayak Lundayeh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya titip kepada seribu pasukan yang telah disampaikan, kembali ke kampung-kampung, kembali ke tempat masing-masing, jaga masyarakat Lundayeh, jaga kampung Lundayeh, jaga hutan Lundayeh, jaga semua tanah Lundayeh. Manfaatkan bersama-sama dengan kearifan budaya yang kita miliki," tegasnya.

Wempi juga menekankan bahwa pergelaran Irau Lundayeh ke-11 ini adalah panggung pendidikan bagi semua. Sebelas etnis di Malinau dapat saling mengenal dan menghargai budaya masing-masing.

"Ada kata pepatah mengatakan, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Itulah harapan dan makna salah satu dari Irau ini," tambahnya.

Pesan Bupati Malinau itu merupakan jawaban atas arahan Ketua Lembaga Adat Dayak Lundayeh Malinau, Paulus Belapang. Ia menitipkan pesan moral kepada Wempi sebagai Radcha Bawang untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga alam.

"Kami berharap, tolong jaga hutan. Tolong jaga tanah. Tolong jaga air kita. Ini warisan berharga yang kami sampaikan, karena anda yang punya hak penuh membangun Kabupaten Malinau ini," pesannya.

Rangkaian acara ditutup dengan ritual 'Ngelua', di mana para tetua adat diolesi sepercik darah sebagai lambang penguatan ikatan dengan leluhur, serta diakhiri dengan tarian massal 'Tulu Ta' Lande' yang melambangkan persatuan dan sukacita seluruh masyarakat Dayak Lundayeh.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads