6 Pamali Banjar untuk Anak-anak

6 Pamali Banjar untuk Anak-anak

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Rabu, 17 Sep 2025 07:01 WIB
Seorang anak berjalan menuju sekolahnya di SDN 06 Pereges, Desa Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Kepala Sekolah SDN 06 Pereges Muhammad Aspar menjelaskan SDN 06 Sereges terletak di Desa Seluas, yang tidak jauh dengan perbatasan Malaysia, yaitu daerah Serikin lebih kurang 18 km dari sekolah ini.
Ilustrasi anak-anak/Foto: Rifkianto Nugroho
Daftar Isi
Banjarmasin -

Masyarakat Banjar memiliki cara khas dalam mendidik dan melindungi anak. Salah satunya adalah lewat pamali, yaitu larangan atau pantangan yang dipercaya bisa membawa akibat buruk bila dilanggar.

Pamali diwariskan turun-temurun, bukan takhayul, tetapi refleksi dari pengalaman hidup, pengetahuan lokal, serta cara orang tua di tengah keterbatasan pada zaman dahulu. Dalam kehidupan masyarakat Banjar, pamali adalah bagian dari kearifan lokal untuk mendidik, mengingatkan, sekaligus menjaga kehati-hatian dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu yang menarik adalah pamali yang berkaitan dengan anak-anak. Pamali ini tidak hanya mengandung aspek mistis, tetapi juga sering kali mencerminkan nilai logika, kesehatan, hingga cara orang tua mendidik anak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penasaran apa saja? Berikut pamali Banjar terkait anak-anak yang bersumber dari Buku Pamali Banjar yang diterbitkan Balai Bahasa Banjarmasin (2006), lengkap dengan makna dan penjelasannya.

Pamali Banjar

1. Kakanakan imbah basunat pamali kaluar rumah, kaina lamhat waras (Anak-anak yang baru dikhitan jangan keluar rumah, nanti tidak cepat sembuh)

Pamali ini melarang anak yang baru saja dikhitan atau disunat untuk keluar rumah. Kepercayaan ini muncul karena diyakini bila anak keluar rumah, lukanya akan lebih lama sembuh.

Secara medis, larangan ini sebenarnya masuk akal. Anak yang baru dikhitan butuh istirahat agar proses penyembuhan optimal. Jika terlalu aktif bergerak atau keluar rumah, jahitan bisa terbuka, luka terpapar debu, atau bahkan terinfeksi kuman.

Jadi, pamali ini mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan dan membatasi aktivitas anak pascakhitanan.

2. Kakanakan pamali hapenanan di barumahan, bisa habisul kapala (Anak-anak jangan bermain di kolong rumah, nanti bisa tumbuh bisul di kepalanya)

Larangan ini lahir dari kebiasaan rumah Banjar yang umumnya berbentuk rumah panggung dengan kolong terbuka di bawahnya. Anak-anak sering bermain di kolong rumah karena teduh dan lapang. Namun, kolong rumah biasanya kotor dan jadi tempat jatuhnya sisa-sisa dari lantai atas, termasuk debu dan sampah.

Jika kepala anak sering menyentuh bagian bawah lantai rumah, risiko terkena penyakit kulit atau bisul memang lebih besar. Maka, pamali ini secara tidak langsung melindungi anak dari bahaya lingkungan yang kotor.

3. Kakanakan nang balum bisa bajalan pamali mancaraminakan kakanakan nang balum bisa bajalan, kaina kakanaknya pangguguran (Anak kecil yang belum bisa berjalan jangan dicerminkan, nanti anak tersebut sering terjatuh)

Pamali ini menekankan larangan mencerminkan anak kecil yang baru belajar berjalan. Kepercayaan yang berkembang mengatakan bahwa anak yang dicerminkan akan mudah terjatuh.

Dari sisi logika, pamali ini sebenarnya berhubungan dengan bahaya cermin. Anak-anak yang belum stabil berjalan bisa saja menjatuhkan cermin dan terluka oleh pecahannya.

Dengan bentuk larangan yang cukup berbau mistis ini, orang tua sebenarnya berusaha melindungi anak agar tidak bermain dengan benda berbahaya.

4. Pamali mambuang banyu bakas mandi kakanakan habang di peceran, kaina mun sudah ganal anaknya bisa parigatan/mamurici (Jangan membuang air bekas mandi bayi di comberan, kalau sudah besar anak tersebut suka yang kotor-kotor)

Pamali ini terdengar tidak masuk akal bila ditafsirkan secara harfiah. Namun, jika dikaitkan dengan kebersihan, ada logika yang bisa diambil.

Comberan adalah tempat kotor, penuh limbah, dan sarang penyakit. Membiasakan diri membuang sesuatu yang berhubungan dengan bayi ke tempat sembarangan seakan memberi sugesti bahwa anak itu kelak akan terbiasa dengan hal-hal kotor.

Secara makna, pamali ini mengajarkan pentingnya menjaga kesucian dan kebersihan bayi sejak dini.

5. Pamali manatak kuku kakanak parahatan guring, bisa handap umur kakanaknya (Jangan memotong kuku anak saat tidur, bisa pendek umur anak tersebut)

Pamali ini menimbulkan rasa takut bagi orang tua Banjar. Mereka meyakini memotong kuku anak saat tidur akan menyebabkan anak berumur pendek.

Secara logika, memang tidak ada hubungan langsung antara memotong kuku dan usia anak. Tetapi, bisa jadi pamali ini muncul dari kekhawatiran orang tua akan melukai anak secara tidak sengaja saat kukunya dipotong ketika tidur.

Dalam kondisi gelap atau anak yang banyak bergerak, risiko jari anak teriris memang lebih besar. Jadi, larangan ini menjadi bentuk kehati-hatian.

6. Urang nang baisi anak halus pamali mamakan atawa mambawa ka rumah buah gindalun, kaina anaknya kana panyakit sawan (Orang yang memiliki anak kecil jangan memakan atau membawa buah gindalun ke dalam rumah, nanti anaknya akan terkena bisul)

Pamali ini bersumber dari bentuk buah gindalun yang dianggap mirip dengan bisul. Karena sugesti tersebut, masyarakat percaya membawa buah itu ke rumah bisa menyebabkan anak terserang penyakit kulit.

Meski tidak memiliki dasar medis, larangan ini tetap dipegang kuat oleh sebagian masyarakat Banjar. Nilai yang bisa dipetik, pamali ini menekankan kehati-hatian orang tua dalam menjaga kesehatan anak kecil, terutama dalam hal makanan dan kebersihan lingkungan.

Nah, itu tadi pamali Banjar tentang anak-anak yang hidup dalam masyarakatnya. Di balik larangan-larangan itu, tersimpan pesan tentang kebersihan, keselamatan, kesehatan, dan pola asuh anak.

Pada akhirnya, pamali tetaplah bagian dari warisan budaya dan menjadi pengingat bahwa anak-anak harus tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terjaga.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads