Gibran Ucapkan Salam Dayak 'Adil Ka Talino', Apa Artinya?

Gibran Ucapkan Salam Dayak 'Adil Ka Talino', Apa Artinya?

Ocsya Ade CP - detikKalimantan
Minggu, 24 Agu 2025 10:59 WIB
Gibran Rakabuming Raka menghadiri HUT Ketua Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Pangalangok Jilah di Mempawah, Kalbar.
Gibran Rakabuming Raka menghadiri HUT Ketua Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Pangalangok Jilah di Mempawah, Kalbar. Foto: dok YouTube Wakil Presiden Republik Indonesia
Mempawah -

Dalam kunjungannya di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar), Gibran mengucapkan salam dalam bahasa Dayak. Salam ini merupakan semboyan khas dari suku Dayak, terutama dari sub-suku Dayak Kanayat'n (Kanayan).

"Ini mohon maaf kalau pengucapannya salah, ya. Adil ka' talino bacuramin ka' saruga basengat ka' jubata," kata Gibran mengucapkan salam saat menghadiri undangan Ketua Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Pangalangok Jilah, dilihat dari YouTube Wakil Presiden Republik Indonesia, Sabtu (23/8/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Artinya?

Salam tersebut kerap kali terdengar, baik itu pada saat sambutan atau pidato oleh tokoh adat, agama, maupun pejabat pemerintah, sebagai salam pembuka memiliki makna mendalam bagi kehidupan.

Bagi masyarakat Dayak, semboyan ini bukan hanya sekadar kalimat, tetapi sebuah falsafah hidup yang mencerminkan prinsip keadilan, kebaikan, dan ketuhanan.

Adil Ka' Talino

Adil ka' talino memiliki arti bersikap adil kepada sesama manusia. Dalam budaya Dayak, prinsip keadilan dipegang teguh sebagai pedoman hidup bersama. Sikap adil tidak hanya berlaku bagi sesama orang Dayak, tetapi untuk semua manusia, tanpa memandang suku, agama, atau status sosial.

Prinsip ini mengingatkan kita pada Pancasila, khususnya sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang mengedepankan keadilan sosial dalam hubungan antarmanusia.

Bacuramin Ka' Saruga

Bacuramin ka' saruga dalam bagian kedua ini penyebutan falsafah itu memiliki arti bercermin kepada surga. Makna ini mengandung pesan agar setiap individu selalu berusaha hidup dengan baik, seakan bercermin pada kehidupan di surga yang penuh kebaikan dan kedamaian.

Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini mengajarkan untuk menjadikan kebaikan dan kedamaian sebagai tujuan hidup serta mengedepankan dari nilai-nilai moral juga etika dalam setiap tindakan.

Basengat Ka' Jubata

Sementara basengat ka' jubata artinya bernafas ke Tuhan Yang Maha Esa. Tentunya bagi masyarakat Dayak, basengat ka' jubata memberikan penegasan bahwa manusia harus hidup dengan menyadari keberadaan Tuhan dan berpegang teguh pada nilai-nilai ketuhanan.

Yang mana manusia hanya dapat hidup karena kasih dan kehendak dari Tuhan, sampai pada berperilaku dalam kehidupan sehari-hari harus selaras dengan ajaran-Nya.

Arti Keseluruhan

Secara keseluruhan, Adil ka' talino bacuramin ka' saruga basengat ka' jubata mencerminkan kehidupan ideal dari masyarakat Dayak yang menjunjung tinggi dari nilai-nilai keadilan, moralitas, dan ketuhanan. Falsafah ini tentunya telah sejalan dengan Pancasila, yang mengajarkan persatuan dan keadilan sosial di bawah naungan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Saat kalimat ini diucapkan, maka tamu akan membalas dengan perkataan, "Arus..., arus..., arus. Kata "Arus" memiliki arti seperti "amin" atau "ya," atau lebih tepat "harus" yang mengandung makna "terus mengalir dan hidup."

Arus merupakan kata yang menggantikan istilah lama "Auk/Au" yang juga diambil dari bahasa Dayak Kanayat'n (Kanayan) dan pada tahun 2002 berdasarkan dari instruksi Lembaga Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat.

Sejarah Falsafah

Falsafah hidup ini merupakan spirit yang berasal dari Tuhan. Karena memiliki arti untuk adil kepada manusia, bercermin di surga, nafas tergantung pada Tuhan. Falsafah ini menjadi kesepakatan yang lahir agar ada harmonisasi antara manusia dan alam karena sama-sama hidup di bumi.

Falsafah ini dikukuhkan pertama kali di Musyawarah Adat Naik Dango di Anjungan yang saat itu masih wilayah dari Kabupaten Pontianak pada tahun 1985 (kini Kabupaten Mempawah).

Tiga tokoh Dayak yang menjadi perumus falsafah ini, di antaranya Bahaudin Kay, Ikot Rinding, dan RA Rachmat Sahudin. Bahaudin Kay dahulu adalah hakim dan RA Rachmat Sahudin dikenal sebagai mantan DPRD dari kabupaten dan provinsi Kalbar selama 5 periode.

Tokoh Dayak ini pernah menyatakan makna yang sangat dalam, yaitu "Tidak boleh ada ketidakadilan di muka bumi ini. Adil bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada alam". Karena menurut Rachmat Sahudin alam adalah tempat yang dihormati.

Awalnya, sahutan dari sapaan ini adalah "Auk" yang kemudian diganti pada tahun 2002 menjadi "Arus" sebanyak tiga kali. Pada Musyawarah Kedua Dewan Adat Dayak se-Kalimantan sapaan ini disahkan menjadi salam Dayak secara nasional.

Pada tahun 2006, falsafah ini secara resmi diakui sebagai salam nasional bagi masyarakat Dayak, dan tahun 2010 diakui sebagai falsafah Dayak sedunia dalam acara peluncuran Borneo Dayak Forum di Kuching, Sarawak, Malaysia.

Falsafah ini semakin dikenal luas setelah Gubernur Kalbar dua periode (2008-2018) Cornelis mengucapkannya sebagai salam pembuka sambutannya yang turut dihadiri oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada saat itu dalam acara Bulan Bakti di Pontianak.

Popularitas falsafah ini kemudian meluas hingga diadopsi di berbagai wilayah Kalimantan, termasuk Kalimantan Tengah.

Seberapa Penting Falsafah Dayak Ini?

Bagi masyarakat Dayak, falsafah ini lebih dari sekadar kata-kata. Ungkapan ini menjadi bagian dari identitas budaya yang perlu terus dijaga dan dilestarikan.

Ungkapan ini juga dapat menjadi pengingat bagi generasi muda Dayak akan warisan budaya leluhur mereka dan pentingnya menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai falsafah yang diakui secara internasional oleh masyarakat suku Dayak, kalimat ini juga menjadi identitas yang mengangkat martabat masyarakat Dayak di mata dunia.




(bai/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads