Suasana meriah menyelimuti Balai Adat Long Layu, Kecamatan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, saat perayaan HUT ke-80 RI digelar.
Salah satu acara yang mencuri perhatian adalah lomba sumpit, tradisi khas Dayak Lundayeh yang memikat hati lintas generasi, dari anak-anak hingga orang dewasa. Lomba yang berlangsung selama dua hari (17-18 Agustus 2025) ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi ajang pelestarian budaya di tengah gempuran modernisasi.
Sekretaris Camat Krayan Selatan sekaligus Ketua Panitia HUT ke-80 RI di Kecamatan Krayan Selatan Hendri Elisa mengatakan lomba sumpit ini digelar dengan dua kategori peserta Full A untuk dewasa dan Full B untuk anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jarak tembak bervariasi. Untuk peserta dewasa, jarak tembak dimulai dari 20 meter, meningkat ke 22,5 meter, hingga puncaknya 25 meter di babak final," ucap Hendri kepada detikKalimantan, Selasa (19/8/2025).
Ia menambahkan, pada kategori anak-anak, pada jarak 20 meter dan 22 meter untuk babak penutup. Antusiasme peserta terlihat dari sorak sorai penonton yang memadati Balai Adat Long Layu, menyaksikan ketangkasan para peserta mengarahkan sumpit dengan presisi.
"Sumpit ini salah satu ikon kita yang bisa kita pertahankan," ujar Hendri.
Menurut Hendri, lomba ini bukan sekadar kompetisi, tetapi juga upaya melestarikan warisan budaya Dayak Lundayeh yang mulai tergerus zaman. Di tengah modernisasi, Hendri mengakui bahwa minat generasi muda terhadap sumpit mulai menurun.
"Akhir-akhir ini, anak-anak kurang menyukainya karena kelihatannya hanya budaya kuno," katanya.
Oleh karena itu, lomba ini menjadi salah satu cara untuk membangkitkan kembali minat generasi muda. Hendri berharap pemerintah dapat memfasilitasi pelestarian budaya ini, bahkan mengusulkan agar sumpit dipertandingkan di ajang nasional seperti Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI).
"Sejauh ini, kami tahu KORMI pernah menggelar lomba serupa, dan Krayan Selatan pernah jadi juara di tingkat provinsi di Samarinda beberapa tahun lalu. Mudah-mudahan ke depan ada lagi kesempatan di tingkat nasional," ujarnya penuh harap.
Semangat Kemerdekaan di Perbatasan
Lomba sumpit ini bukan hanya soal kompetisi, tetapi juga cerminan semangat kemerdekaan masyarakat Krayan Selatan. Meski berada di wilayah perbatasan dengan keterbatasan infrastruktur, mereka tetap merayakan HUT ke-80 RI dengan penuh kebanggaan.
"Kami tetap semangat walaupun dalam kesederhanaan, mengembangkan potensi yang ada," tutur Hendri.
Sebagai informasi, Sumpit yang kini menjadi simbol budaya Krayan Selatan dulunya adalah alat berburu andalan masyarakat Dayak Lundayeh. Dilengkapi dengan racun mematikan dikenal sebagai Parel/peluru sumpit dalam bahasa Lundayeh. Diketahui, peluru sumpit mampu melumpuhkan binatang buruan, dari yang kecil hingga besar, dalam hitungan detik.
"Kalau di zaman nenek moyang kita, sumpit ini digunakan untuk berburu kebutuhan masyarakat. Bahkan, ujungnya bisa jadi tombak untuk perlindungan," jelas Hendri.
Kini, sumpit telah bertransformasi menjadi ajang kompetisi yang mendidik sekaligus menghibur. Anak-anak yang ikut serta tampak antusias belajar teknik menyumpit, sementara peserta dewasa memamerkan keterampilan yang telah diasah selama bertahun-tahun.
"Kita harap generasi Krayan Selatan tetap melestarikan budaya ini," tambah Hendri.
Selain sumpit, perayaan HUT ke-80 RI di Krayan Selatan juga dimeriahkan dengan parade budaya dan lomba potensi desa, yang menampilkan kekayaan lokal seperti pakaian adat, tarian tradisional, dan hasil bumi.