Mengenal Sarung Tenun Samarinda, Kearifan Lokal Tepi Sungai Mahakam

Mengenal Sarung Tenun Samarinda, Kearifan Lokal Tepi Sungai Mahakam

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Rabu, 26 Mar 2025 06:00 WIB
Sarung tenun Samarinda.
Sarung tenun Samarinda motif Dayak. Foto: Kemendikbud
Samarinda -

Sarung tenun Samarinda atau yang juga dikenal dengan Tajong Samarinda merupakan hasil kerajinan tangan masyarakat di Kalimantan Timur. Kerajinan ini telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dari identitas budaya di tepian Sungai Mahakam.

Proses pembuatannya menggunakan teknik menenun secara manual dengan alat tradisional. Asal-usul sarung ini berkaitan erat dengan kedatangan suku Bugis dari Wajo, Sulawesi Selatan, yang menetap di daerah Samarinda Seberang dan membawa serta keterampilan menenun mereka.

Seiring berjalannya waktu, sarung tenun Samarinda berkembang menjadi salah satu produk budaya yang memiliki nilai seni tinggi dan masih eksis hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah dan Nilai Filosofis Sarung Tenun Samarinda

Sejarah sarung tenun Samarinda tidak bisa dilepaskan dari perjalanan panjang para perantau Bugis Wajo yang tiba di daerah ini sekitar abad ke-17.

Pada tahun 1607, sekelompok bangsawan Bugis dari Kerajaan Wajo yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona menetap di pesisir Sungai Mahakam. Mereka membawa serta keterampilan menenun kain. Keterampilan ini kemudian berkembang menjadi tradisi di kalangan masyarakat setempat.

Sarung tenun Samarinda tidak hanya berfungsi sebagai pakaian tradisional, tetapi juga memiliki makna filosofis yang kuat. Setiap motif yang ditenun di dalamnya mencerminkan nilai-nilai kehidupan, seperti kesabaran, ketekunan, dan harmoni dengan alam.

Motif-motif tertentu sering kali menggambarkan harapan, doa, serta hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan sekitarnya. Sarung ini juga menjadi simbol status sosial di kalangan masyarakat. Semakin rumit motif dan semakin berkualitas bahan yang digunakan, semakin tinggi pula nilai pemakainya.

Keunikan Sarung Tenun Samarinda

Salah satu hal yang membuat sarung tenun Samarinda begitu istimewa adalah keunikan bahan, motif, serta proses pembuatannya. Kainnya terasa ringan dan sejuk di kulit, sehingga cocok digunakan dalam berbagai kesempatan, baik untuk keperluan sehari-hari maupun acara adat dan keagamaan.

Motif yang digunakan dalam sarung tenun Samarinda biasanya bersifat geometris dengan perpaduan warna-warna cerah dan kontras. Hal ini mencerminkan keberagaman budaya serta semangat masyarakat Kalimantan Timur yang dinamis dan terbuka terhadap perubahan zaman. Beberapa motif khas yang sering ditemukan antara lain motif jalur, kotak-kotak, dan garis-garis simetris yang dibuat dengan sangat rapi dan teliti.

Dalam hal proses pengerjaan, sarung tenun Samarinda dibuat secara manual menggunakan alat tenun tradisional seperti gedogan dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Proses ini memerlukan ketelitian tinggi dan kesabaran luar biasa dari para pengrajin.

Setiap sarung bisa memakan waktu pengerjaan antara beberapa hari hingga beberapa minggu, tergantung pada tingkat kerumitan motifnya. Karena dibuat dengan tangan, setiap helai sarung tenun memiliki karakteristik unik yang membuatnya bernilai tinggi.

Harga dan Cara Pembuatan Sarung Tenun Samarinda

Sebagai salah satu produk kerajinan berkualitas tinggi, harga sarung tenun Samarinda sangat bervariasi tergantung pada kualitas bahan, tingkat kerumitan motif, serta lama pengerjaan.

Secara umum, harga sarung tenun Samarinda berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 2.000.000 per helai. Sarung dengan motif sederhana dan bahan standar biasanya dijual dengan harga lebih terjangkau, sementara sarung dengan motif eksklusif dan bahan premium bisa mencapai harga yang lebih tinggi.

Para perajin harus menyiapkan bahan baku berupa benang katun berkualitas tinggi. Setelah itu, benang-benang tersebut diberi warna melalui proses pewarnaan yang dilakukan dengan teknik tradisional. Pewarnaan ini sangat penting karena menentukan ketahanan warna serta keindahan motif yang akan dihasilkan.

Setelah proses pewarnaan selesai, benang-benang tersebut disusun dalam alat tenun dalam tahap yang disebut sebagai warping atau penataan benang. Pada tahap ini, benang diatur sesuai pola motif yang telah dirancang sebelumnya.

Setelah semua benang tertata dengan sempurna, proses menenun pun dimulai. Penenunan dilakukan dengan teliti menggunakan alat tenun tradisional, di mana setiap helai benang dijalin satu per satu hingga membentuk pola yang diinginkan.

Tahapan terakhir dalam proses pembuatan sarung adalah finishing, yaitu proses perapian dan penyempurnaan hasil tenunan. Sarung yang sudah selesai biasanya akan diperiksa kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam motif atau kualitas kain. Setelah semua tahap selesai, barulah sarung tenun siap untuk dipasarkan dan digunakan.

Pusat Pembuatan Sarung Tenun Samarinda

Saat ini, pusat pembuatan sarung tenun Samarinda masih dapat ditemukan di daerah Samarinda Seberang. Daerah ini merupakan empat awal berkembangnya tradisi menenun Tajong.

Para perajin di sana masih mempertahankan metode tradisional dalam proses pembuatannya, meskipun kini telah ada beberapa inovasi dalam penggunaan alat dan pewarnaan untuk meningkatkan efisiensi produksi.

Namun, seperti banyak kerajinan tradisional lainnya, keberlanjutan produksi sarung tenun Samarinda menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan modal bagi para perajin, sulitnya pemasaran di era persaingan global, serta minimnya regenerasi tenaga kerja yang mau menggeluti profesi sebagai penenun.

Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk menjaga kelestarian sarung tenun Samarinda sebagai warisan budaya bangsa.

Demikian sekilas sejarah dan nilai filosofis sarung tenun Samarinda. Bagaimana, tertarik untuk menambahnya ke dalam koleksi detikers?




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads