Uang Pemda Rp 233 T Mengendap di Bank, Mendagri Beberkan Sebabnya

Nasional

Uang Pemda Rp 233 T Mengendap di Bank, Mendagri Beberkan Sebabnya

Retno Ayuningrum - detikKalimantan
Senin, 20 Okt 2025 14:00 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Foto: Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian/ Foto: Retno Ayuningrum/detikcom
Jakarta -

Simpanan uang pemerintah daerah (pemda) di bank dilaporkan masih tinggi. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah uang pemda yang masih mengendap di bank hingga 31 Agustus 2025 sebesar Rp 233 triliun.

Dilansir detikFinance, Tito mengungkapkan sederet penyebab ratusan triliun uang pemda itu masih tertahan di bank. Salah satunya, sejumlah daerah masih lambat dalam merealisasikan pendapatan. Belanja daerah belum sesuai target.

"Kemudian ada juga yang ingin membayar akhir tahun sehingga ditahan dulu. Banyak juga rekanan yang tidak mau mengambil uangnya dulu, Pak (Prubaya). Dia akan mengambilnya di akhir tahun sehingga akhirnya uangnya tersimpan di bank," ujar Tito kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat pengendalian inflasi di Kemendagri, Senin (20/10/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tito juga mengungkap ada pemda yang menahan penyerapan anggaran karena ingin mengganti kepala dinas lebih dulu. Sejumlah daerah juga mengalami kendala dalam penggunaan katalog elektronik versi 6 sehingga pengadaan terhambat.

Selain itu, dia menyoroti perbedaan kecepatan pemda dalam menghimpun anggaran dengan kecepatan dalam membelanjakan anggaran tersebut. Tito menyebut beberapa daerah kurang sinkron antara pencari uang dengan pengguna anggaran.

"Jadi ada karena sistem, ada juga yang karena realisasinya memang tinggi, yang nggak melebihi target kecepatan para pencari uangnya Kadis Pemda. Kemudian Kepala BKAD ya ini pencari uangnya daerah itu kecepatan yang tinggi, sementara yang dinasnya realisasinya lambat," imbuhnya.

Menurut Tito, realisasi pendapatan dan belanja yang kurang selaras ini dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan baik jika realisasi pendapatan serta belanja daerah sama-sama tinggi. Sementara jika realisasi pendapatan tinggi tetapi belanja daerah kurang, maka pertumbuhan ekonomi dianggap kurang.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menemukan adanya dana pemerintah daerah (Pemda) mengendap di perbankan. Jumlahnya mencapai Rp 233,11 triliun per akhir Agustus 2025. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan lima tahun terakhir dalam periode yang sama.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan fenomena dana Pemda mengendap di bank merupakan masalah lama. Salah satu penyebab yang menjadi kebiasaan adalah karena belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telat direalisasikan.

"Mereka perencanaannya, pembuatan APBD-nya, ini biasanya dilakukan sekitar bulan September-Oktober di tahun sebelumnya. Kemudian dari situ, mereka baru mulai berkontrak. Itu bahkan kalau saya lihat modusnya dari tahun ke tahun, kontrak itu biasanya baru dimulai sekitar bulan April, itu baru kontrak tuh. Kemudian, direalisasi biasanya mulai cepat di tiga bulan terakhir," ungkap Prima dalam media briefing di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2025).

Artikel ini telah tayang di detikFinance.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads