Kini tengah marak tren agar masyarakat sengaja gagal bayar utang fintech peer-to-peer lending (P2P) atau pinjaman online (pinjol) kembali. Hal ini didorong banyaknya ajakan medsos untuk melakukan hal itu.
Dikutip dari detikFinance, Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan (AFPI) Entjik S Djafar mengatakan fenomena ini muncul akibat kelompok-kelompok tertentu yang secara sengaja mendorong masyarakat agar tidak membayar utang pinjol lewat media sosial. Ini juga termasuk bagaimana cara menghindari pembayaran pinjaman tersebut.
"Jadi ada kelompok gagal bayar itu ada di Youtube, Instagram, Facebook, dan lain-lain di sosial media. Bahkan di TikTok juga ada. Nah, ini sangat mengganggu kita dan sangat merugikan tentunya, merugikan industri kami," kata Entjik kepada detikcom, Senin (16/6/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dorongan yang masif membuat banyak orang menjadi ikut-ikutan. Entjik memperkirakan sudah ada ribuan orang yang ikut tren gagal bayar utang pinjol ini.
"Ada, akhirnya banyak. Bukan ada lagi, banyak. Karena kalau kita lihat di Facebook, member mereka itu ribuan, bahkan ratusan ribuan yang menjadi member di sosial media itu, baik Instagram maupun Facebook dan beberapa sosial media yang lain. Jadi ada beberapa," ucapnya.
Tren ini dimanfaatkan orang yang sebenarnya tidak punya utang. Mereka mencoba mengajukan pinjaman dengan niat tidak akan membayar utang tersebut. Orang yang sudah punya utang pun tidak lagi mau mencicil angsuran.
"Yang lebih banyak lagi sebenarnya bukan sengaja pinjam. Memang sudah pinjam, tetapi sengaja tidak mau bayar," terangnya.
Menurutnya, kreditur kesulitan saat melakukan penagihan utang. Para peminjam dana online ini yang mengikuti cara-cara menghindari pembayaran sesuai ajakan kelompok-kelompok tersebut dari media sosial.
"Memang kelihatannya waktu kita tagih, apa yang ajakan dari mereka (kelompok gagal bayar) itu mereka (peminjam) lakukan. Yaitu salah satunya ganti nomor, nomor yang nggak aktif. Menghindar, kalau ditelepon langsung di-block. Itu kan salah satu ajakan dari mereka," jelas Entjik.
(igo/bai)