Penjelasan Disnakertrans Kaltara soal Inventarisasi Lahan Eks Transmigrasi

Penjelasan Disnakertrans Kaltara soal Inventarisasi Lahan Eks Transmigrasi

Oktavian Balang - detikKalimantan
Minggu, 21 Des 2025 17:07 WIB
Pemasangan plang aset lahan oleh Kementerian Transmigrasi di Jalan Poros Mentadau, Desa Sekatak Bengara, Kabupaten Bulungan, memicu protes keras dari pemerintah desa dan warga setempat. Pemasangan plang tersebut dinilai sepihak dan diduga salah lokasi.
Pemasangan plang aset lahan oleh Kementerian Transmigrasi di Jalan Poros Mentadau, Desa Sekatak Bengara, Bulungan, yang sempat memicu protes dari pemerintah desa dan warga setempat. Foto: Istimewa (dok Situs Desa Sekatak Benggara)
Bulungan -

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Utara (Kaltara) tengah gencar melakukan pemasangan pelang inventarisasi di sejumlah lahan eks transmigrasi. Masyarakat diminta tidak panik karena hal tersebut bukan bentuk pengambilalihan lahan.

Kepala Bidang Transmigrasi Disnakertrans Kaltara, Denny Prayudi menjelaskan bahwa kegiatan ini murni pendataan administratif terhadap Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Tujuannya untuk mengetahui sisa lahan eks transmigrasi yang telah ada sejak program tahun 1972.

"Inventarisasi HPL itu bukan meniadakan yang ada. Rumah tetap, perusahaan tetap, masyarakat tetap. Hanya dicatat, tidak diganggu," kata Denny kepada detikKalimantan, Minggu (21/12/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Denny menjelaskan, saat ini terdapat 13 titik HPL eks transmigrasi di Kaltara yang sedang diinventarisasi oleh Kementerian Transmigrasi. Proses ini melibatkan teknologi canggih, mulai dari pemetaan citra satelit hingga overlay (tumpang susun) peta HPL dengan peta hak atas tanah lainnya.

"Kami melakukan interpretasi citra satelit periode 1 hingga 5 tahun terakhir untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan. Setelah data spasial rampung, tim surveyor profesional akan turun ke lapangan," jelasnya.

"Selain itu, kami melaksanakan survei lapangan, yaitu inventarisasi dan verifikasi lapangan terhadap Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan Tanah (IP4T) HPL yang telah ada, serta pemasangan patok batas," timpalnya.

Salah satu tantangan di lapangan adalah adanya kebingungan warga terkait penamaan lokasi di sertifikat lama. Denny mencontohkan HPL Pimping dan HPL Salim Batu.

"Secara administrasi sertifikat tahun 1984, wilayah tersebut masih bernama satu desa di bawah Kabupaten Bulungan dan masuk Kalimantan Timur (Kaltim). Namun, pasca pemekaran wilayah di Kaltara, lokasi HPL kini tersebar di beberapa desa baru," terangnya.

"Nama HPL itu hanya sebutan lama. Misalnya Semunat, sekarang sudah pecah jadi tiga desa yakni Harapan, Sanur, dan Makmur. Tapi sertifikat HPL tetap pakai nama Semunat," tambah Denny.

Disnakertrans bersama konsultan telah melakukan sosialisasi ke desa-desa terdampak. Meski ada perangkat desa yang sempat absen, komunikasi personal terus dilakukan untuk mengedukasi bahwa inventarisasi ini justru menguntungkan warga.

"Yang hadir ada kepala desa, perangkat, tokoh masyarakat. Jadi sebenarnya sudah dijelaskan bahwa ini inventarisasi, bukan pengambilalihan lahan," tegasnya.

Program ini merupakan bagian dari Trans Tuntas Kementerian Transmigrasi. Tujuannya menyelesaikan status lahan agar bisa dimanfaatkan kembali, baik untuk ketahanan pangan maupun fasilitas umum.

Bahkan, Denny membocorkan rencana pembangunan fasilitas sosial di salah satu lahan tersebut.

"Contohnya nanti akan dibangun Sekolah Rakyat di lahan eks transmigrasi Ardimulio, Pimping. Itu rencana tahun 2026 oleh Kementerian Sosial," ungkapnya.

Ia berharap inventarisasi ini menjadi pintu masuk agar lahan yang sudah puluhan tahun diduduki warga bisa mendapatkan kepastian hukum.

"Kasihan masyarakat, sudah lama bermukim tapi tidak bisa SHM. Dengan inventarisasi ini, nanti ada rekomendasi kebijakan dari kementerian untuk pelepasan lahan," kata Denny.

Sebelumnya diberitakan, pemasangan plang aset lahan oleh Kementerian Transmigrasi di Jalan Poros Mentadau, Desa Sekatak Bengara, Kabupaten Bulungan, memicu protes dari pemerintah desa dan warga setempat. Pemasangan plang tersebut dinilai sepihak dan diduga salah lokasi.

Kepala Desa Sekatak Bengara, Anggun, menyatakan keberatan atas keberadaan patok dan plang yang mencatut luas lahan hingga 8.910 hektare tersebut. Menurutnya, pemasangan dilakukan tanpa koordinasi maupun izin kepada pihak desa.




(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads