Kampung Selumit Pantai di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) sempat dikenal sebagai zona merah rawan narkoba. Pada pertengahan tahun 2025, kampung ini dideklarasikan sebagai kampung bebas narkoba.
Wajah Kampung Selumit Pantai dirombak sedemikian rupa menjadi warna-warni. Patroli di kawasan tersebut juga ditingkatkan. Kampung tersebut kemudian diklaim sudah minim transaksi narkoba.
Namun kini, warna-warni pada Kampung Selumit Pantai dikabarkan memudar. Bukan fasadnya, namun statusnya sebagai wilayah bersih narkoba kini dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diungkapkan oleh Lurah Selumit Pantai, Andi Arfan, bahwa aktivitas transaksi barang haram tersebut menurutnya kembali marak. Dalam sepengamatan Andi, jejak peredaran narkoba kembali mengotori kampungnya sejak kegiatan dan pengawasan di kampung tematik tersebut meredup.
Andi mengaku menerima banyak laporan warga terkait pengedar dan pembeli narkoba yang kembali beredar di wilayahnya. Padahal, program Kampung Tematik dan pengawasan ketat aparat baru digaungkan pada Juli 2025 lalu.
"Terkait kampung warna-warni tematik, setelah kurangnya perhatian dan kegiatan, kampung ini mulai menggeliat lagi narkobanya. Warga datang melapor ada transaksi di seberang rumah, ada lubang (loket transaksi) baru," tutur Andi kepada detikKalimantan, Jumat (19/20/2025).
Menurut Andi saat aparat rutin berjaga, para pengedar menyingkir ke wilayah lain. Namun, begitu pos pengamanan kosong dan kegiatan sepi, para pelaku kembali ke lokasi utama.
"Sekarang setelah tidak ada kegiatan, mereka berkembang dan menyebar. Tempat yang utama itu hidup kembali," jelasnya.
Andi pun menyoroti kekosongan petugas di pos pantau sebagai salah satu celah. Menurutnya, transaksi narkoba kini menjamur lagi dibanding awal-awal program digencarkan.
Kata Andi, dari pantauan kelurahan dan laporan Polisi RW, tercatat ada sejumlah titik yang diduga menjadi lokasi transaksi aktif. Titik-titik tersebut menyebar cukup masif di sekitar permukiman warga.
Program Kampung tematik di Selumit Pantai seolah mati suri. Seiring dengan partisipasi generasi muda yang menurun. Andi menyayangkan fasilitas seperti Warung Kamtibmas yang dulu ramai, kini mulai ditinggalkan.
"Anak-anak karate yang kemarin ada 120 orang, sekarang sisa 10 orang. Pengajian yang dulu seminggu 3-4 kali, sekarang tinggal sekali. Kami takut kembali seperti dulu, usaha menyelamatkan anak-anak ini sia-sia," ujarnya.
Kata BNN Kota Tarakan
Kampung Selumit Pantai di Tarakan, Juli 2025. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan |
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tarakan, Evon Meternik, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, indikator perubahan di lapangan sangat jelas jika dibandingkan dengan kondisi sebelum intervensi BNN.
"Dulu saya tahu persis, begitu saya masuk itu banyak lubang (loket transaksi) yang membuka dan antre siang malam. Begitu kita sentuh, maka ini jauh berubah. Kalau dibilang kembali parah ya tidak juga, meski saya akui belum 100 persen," ujarnya.
Evon pun menegaskan bahwa pemberantasan narkoba tidak akan pernah tuntas jika pemerintah setempat hanya bergantung pada aparat penegak hukum tanpa adanya program pemberdayaan ekonomi yang nyata.
"Menciptakan lingkungan bersinar (bersih narkoba) itu bukan hal gampang. Jangan diserahkan bulat-bulat dengan aparat. Kalau cuma mengandalkan aparat, maka tidak akan pernah selesai," kata Evon.
Ia menyoroti akar masalah di Selumit Pantai adalah faktor ekonomi. Ia menyebut warga di sana membutuhkan pekerjaan dan aktivitas positif agar tidak kembali terjerumus menjadi kaki tangan bandar.
"Menjaga kampung ini agar tetap bersih dari narkoba tentu adalah peran kita semua. Pemerintah juga seharusnya memiliki rencana aksi yang nyata, bukan sekedar menunggu Polisi maupun BNN," tutur Evon.
"Sebagai BNN, tugas saya melakukan penindakan dan pencegahan. Mencarikan pekerjaan itu di luar kewenangan saya. Pemerintah mulai dari tingkat kelurahan harus punya program. Program ekonomi kreatifnya apa? UMKM-nya apa? Agar kampung itu hidup kembali," imbuhnya.
Ia mengingatkan, jika pemerintah tidak memberdayakan warganya, sama saja dengan menciptakan peluang bagi bandar narkoba untuk masuk kembali.
"Kalau cuma mengandalkan kita jaga patroli, ditangkap, ya susah. Kalau tidak ada rencana aksi daerah, akan bertahun-tahun masalahnya," tambahnya.
(aau/aau)

