Berbagai bencana melanda Indonesia di akhir tahun 2025. Perhatian para peneliti kembali tertuju pada fenomena iklim di Samudra Hindia. Dua siklon cuaca, Siklon Tropis Senyar dan Siklon Tropis Koto muncul hampir berbarengan dan memberikan dampak signifikan terhadap pola curah hujan, angin, serta kestabilan atmosfer di Indonesia.
Fenomena tersebut tidak hanya menjadi perhatian BMKG, tetapi juga menjadi bahan kajian sejumlah peneliti dari pusat riset iklim nasional dan internasional karena dinilai mencerminkan dinamika iklim yang semakin ekstrem, serta dikaitkan dengan global warming.
Menurut informasi BMKG, kedua siklon ini terbentuk di wilayah Samudra Hindia bagian selatan, di area yang sudah lama dikenal sebagai jalur pembentukan siklon tropis karena suhu permukaan lautnya sering meningkat di atas ambang batas 26,5 C. Kondisi pemanasan anomali ini memperbesar potensi terbentuknya pusat tekanan rendah yang kemudian berkembang menjadi siklon.
Apa Itu Siklon Senyar dan Siklon Koto?
Siklon Tropis Senyar dan Siklon Tropis Koto merupakan dua siklon yang terbentuk di perairan selatan Indonesia pada periode November-Desember 2025. Penamaannya merujuk pada daftar nama siklon di wilayah Oseanik selatan yang digunakan secara internasional. Walaupjn keduanya tidak memasuki wilayah daratan Indonesia secara langsung, kedua siklon memberikan dampak tidak langsung yang cukup terasa, terutama di wilayah Sumatra, Jawa, Bali, dan sebagian Kalimantan.
BMKG menjelaskan bahwa siklon tropis di Samudra Hindia biasanya menghasilkan gelombang tinggi, angin kencang, serta peningkatan curah hujan, meskipun pusat siklonnya berada jauh dari garis pantai Indonesia. Inilah yang terjadi pada Senyar dan Koto di mana keduanya yang memicu terbentuknya awan-awan tebal dan memperkuat monsun basah di Indonesia bagian barat.
Dilansir dari data pemantauan Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta - BMKG, Siklon Senyar terbentuk di sekitar Samudra Hindia selatan Jawa dengan lintasan bergerak ke arah barat daya, menjauhi Indonesia. Sementara Siklon Koto memiliki pola hampir serupa, tetapi terbentuk sedikit lebih jauh di barat daya Nusa Tenggara.
Kedua lokasi pembentukan ini berada dalam "Siklon Alley" Samudra Hindia selatan, swbuah wilayah lautan luas yang menjadi tempat berkembangnya pusat tekanan rendah akibat pemanasan kuat pada permukaan laut. Menurut penjelasan dari National Oceanic amd Atmospheric Administration (NOAA), wilayah ini menjadi salah satu jalur penting siklon tropis dunia setelah kawasan Pasifik barat dan Atlantik timur.
Akibat Pemanasan Global
Sejumlah peneliti iklim dari BRIN mengungkapkan bahwa pembentukan dua siklon dalam waktu berdekatan ini mencerminkan adanya anomali suhu permukaan laut yang cukup besar di Samudra Hindia pada 2025. Jika biasanya suhu permukaan laut meningkat pada fase monsun, tahun 2025 menunjukkan peningkatan lebih tinggi daripada normal.
Peneliti BRIN juga menegaskan bahwa fenomena ini berhubungan kuat dengan pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) dan pemanasan global. Ketika suhu laut meningkat, penguapan menjadi lebih intens, dan energi yang tersimpan di atmosfer semakin besar. Kombinasi faktor-faktor tersebut memudahkan terbentuknya pusaran angin besar yang kemudian berkembang menjadi siklon tropis.
Dikutip dari kajian klimatologi BMKG, tahun 2025 memang termasuk salah satu tahun dengan anomali iklim cukup signifikan. Monsun Asia bergerak lebih awal, sementara IOD berada dalam kondisi positif lemah. Kondisi ini pula yang membuat Indonesia khususnya wilayah barat mengalami peningkatan hujan ekstrem pada periode yang berdekatan dengan pembentukan Senyar dan Koto.
Dampak Siklon Senyar dan Koto Bagi Indonesia
Meskipun tidak terjadi di Indonesia, efek tidak langsung dari dua siklon ini sangat terasa. BMKG mencatat peningkatan curah hujan di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, dan sebagian Kalimantan. Curah hujan ekstrem terjadi karena aliran massa udara dari siklon menarik kelembapan dari wilayah Indonesia bagian barat, sehingga awan konvektif tumbuh sangat cepat.
Sumatra menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak, terutama Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara. Hujan lebat berhari-hari memicu banjir lokal, penumpukan debit sungai, serta angin kencang di beberapa daerah. Hal ini sejalan dengan data hujan harian yang dirilis BMKG melalui kanal resminya.
Siklon Koto bahkan sempat memperkuat gelombang tinggi di Samudra Hindia hingga mencapai lebih dari 4 meter, sebagaimana dicatat dalam peringatan gelombang tinggi dari BMKG Maritim. Kondisi ini berimbas pada aktivitas pelayaran, terutama kapal nelayan di pesisir Jawa dan Bali.
Tahun 2025 disebut-sebut sebagai salah satu periode yang menunjukkan perubahan atmosfer yang tidak biasa. Pada beberapa bulan sebelumnya, Indonesia telah mengalami hujan tidak merata, pergeseran musim hujan, dan peningkatan kejadian cuaca ekstrem. Pembentukan Siklon Senyar dan Koto memperkuat pola iklim yang semakin memburuk.
Menurut BMKG, perubahan iklim global menyebabkan siklon tropis lebih mudah terbentuk dan memiliki intensitas lebih tinggi. Pemanasan laut di Samudra Hindia tidak hanya memicu terbentuknya siklon, tetapi juga memperkuat efeknya terhadap wilayah Indonesia. Dampak ini terlihat dari peningkatan kejadian hujan ekstrem, puting beliung, dan banjir di berbagai daerah pada akhir 2025.
Sumatra menjadi wilayah yang paling sensitif karena letaknya yang dekat dengan jalur pengaruh siklon dari Samudra Hindia. Curah hujan ekstrem yang terjadi pada beberapa hari ketika Senyar dan Koto aktif menunjukkan hubungan kuat antara aktivitas siklon dan dinamika monsun barat.
Kondisi ini menuntut kesiapsiagaan lebih tinggi, terutama bagi daerah pesisir dan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi seperti Sumatra, Jawa, dan Bali. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap perubahan iklim yang terus berubah. Jangan lupa perkuat mitigasi bencana, semoga bermanfaat.
Simak Video "Video: BMKG Sudah Beri Peringatan 8 Hari Sebelum Bencana di Sumatera"
(aau/aau)