Konflik sengketa lahan antarwarga terjadi di Kalimantan Utara. Masalah bermula ketika diduga sejumlah warga Desa Setulang, Kecamatan Malinau Selatan Hilir merusak pondok dan alat berat milik warga di Jalan X Inhutani Il km 18- 20, Desa Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau Barat, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Kejadian terjadi pada 2 Agustus 2025 lalu, kemudian sengketa masih terjadi antara masyarakat Desa Setulang dengan tiga desa lainnya yakni Desa Tanjung Lapang, Desa Setarap, dan Desa Long Bila. Perwakilan masyarakat dari tiga desa tersebut kemudian sempat mendatangi Kantor Bupati untuk mengadu.
Juru Bicara (Jubir) masyarakat tiga desa, Julius Barto, mengungkapkan kedatangan mereka bertujuan menuntut kepastian hukum dan penyelesaian sengketa yang dinilai lambat penanganannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menyampaikan pernyataan sikap kami terhadap aksi masyarakat Desa Setulang tanggal 2 Agustus 2025 yang lalu. Sudah empat bulan berjalan namun belum kelihatan titik terang," ujar Julius usai pertemuan di Ruang Laga Feratu, Kantor Bupati Malinau, Rabu (3/12/2025).
Julius berharap kepada Pemerintah Daerah dan Kepolisian Resor (Polres) Malinau, agar maksimal akhir Maret masalah sengketa antarwarga bisa selesai. Jika tidak ada penyelesaian, warga mengancam akan mengambil tindakan sendiri.
"Batas waktu kami berikan sampai akhir Maret selesai. Jika tidak ada hasil, berarti kami akan melakukan tindakan balasan. Kalau warga Setulang masuk lagi, kami akan usir paksa," kata Julius.
Dalam dokumen Pernyataan Sikap yang dikeluarkan oleh Lembaga Adat Dayak Lundayeh Kecamatan Malinau Barat, terdapat 12 poin tuntutan yang diserahkan kepada Bupati, Ketua DPRD, dan Kapolres Malinau.
"Tuntutan utama masyarakat Desa Tanjung Lapang, Setarap, dan Long Bila adalah meminta agar masyarakat Desa Setulang dikembalikan ke desa asal mereka (Desa Long Sa'an) dan dilarang menggarap lahan di wilayah administrasi Desa Tanjung Lapang (KM 20 Ex Inhutani Unit II) yang diklaim sebagai wilayah Kecamatan Malinau Barat," tutur Julius.
Selain itu, warga juga mendesak polisi mengusut dugaan tindak pidana yang terjadi pada aksi 2 Agustus 2025.
"Kami menuntut kepolisian menindak tegas pelaku perusakan alat berat, perusakan tanaman, serta pengancaman terhadap warga kami. Kami juga meminta agar aktor intelektual, termasuk oknum perangkat desa yang terlibat, diperiksa," bunyi salah satu poin dalam surat pernyataan tersebut.
Dalam pertemuan dengan Bupati dan Kapolres, Julius menyebut pihak kepolisian mengaku telah mengantongi nama-nama tersangka terkait insiden perusakan tersebut.
Ia menambahkan, jika Bupati Malinau dan aparat penegak hukum berhasil menyelesaikan konflik yang disebutnya sudah berakar sejak tahun 1970 ini, maka itu akan menjadi sejarah besar bagi Kabupaten Malinau.
"Kalau masalah ini bisa diselesaikan oleh Bupati dan Kapolres, ini sejarah bagi kami. Karena berganti-ganti Bupati belum ada titik terangnya," imbuhnya.
Julius berharap situasi di Bumi Intimung dapat kondusif. Ia meminta masyarakat Desa Setulang untuk menahan diri dan menghormati proses yang sedang berjalan agar tidak terjadi gesekan fisik di lapangan.
Tanggapan Polres Malinau
Secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Malinau, AKP Reginald Yuniawan Sujono mengklarifikasi soal anggapan kasus tersebut mandek selama empat bulan terakhir. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa puluhan orang terkait insiden yang terjadi pada Agustus lalu.
"Saya luruskan, bukan tidak ada progres. Kasus tetap berjalan. Kami bilang berjalan karena proses pemeriksaan ini sudah sampai 40 orang yang kami periksa," ujar AKP Reginald kepada detikKalimantan.
Reginald mengungkapkan bahwa laporan dari warga Tanjung Lapang telah diterima dan gelar perkara sudah dilakukan. Saat ini, status penanganan perkara telah naik ke tahap penyidikan.
"Kami masih menunggu petunjuk pimpinan untuk melakukan upaya paksa atau penangkapan," ungkapnya.
Namun, ia mengakui adanya kendala di lapangan, terutama terkait kooperatifnya para pihak dan identifikasi pelaku dalam aksi massa tersebut.
"Kendalanya itu hampir 50 orang itu (terduga pelaku) semua tidak kooperatif. Kemudian dari saksi pelapor juga ada kendala, saksi yang melihat kejadian tidak ada yang mengenali spesifik siapa pelakunya karena massa banyak. Selain itu, saksi kunci yang memiliki rekaman video kejadian dikabarkan sedang sakit, sehingga menghambat proses penggalian keterangan lebih lanjut," kata Reginald.
AKP Reginald menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini jauh lebih cepat dari target yang diberikan warga tiga desa, yakni bulan Maret 2026. Ia mengimbau masyarakat di wilayah Malinau Barat untuk menahan diri dan mempercayakan proses hukum sepenuhnya kepada kepolisian.
"Masyarakat kasih waktu 4 bulan, kalau target saya 1 minggu atau 2 minggu pun kalau bisa kita gerak (tangkap), langsung kita gerak. Pokoknya secepatnya," janji Reginald.
"Kami imbau masyarakat supaya menahan diri. Serahkan sepenuhnya ke proses hukum di kepolisian. Jangan sampai posisi berbalik, nanti malah (pelapor) jadi terlapor karena melakukan aksi balasan," pesan Reginald.
(aau/aau)
