Kalimantan Selatan memiliki tokoh penting yang mampu menjaga kesederhanaan di tengah kekuasaan, yakni KH Dr. Idham Chalid. Putra kebanggaan Kalsel ini dinobatkan menjadi salah satu pahlawan nasional.
Sosoknya bukan sekadar politisi, tetapi juga seorang ulama, pendidik, dan negarawan yang mengabdi sepenuh hati tanpa pamrih. Namanya pun kini diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp5.000, sebagai pengingat akan sosok pemimpin yang hidupnya jauh dari kemewahan meski pernah memegang jabatan tinggi negara.
Lantas bagaimana sosoknya? Melalui artikel ini detikKalimantan rangkum profil KH. Dr. Idham Chalid yang dilansir dari laman Kemenag dan buku Idham Chalid: Guru Politik Orang NU karya Ahmad Muhajir (2007).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putra Kalimantan Selatan yang Fasih Bahasa Jepang
Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan, pada 27 Agustus 1921. Ia adalah anak sulung dari lima bersaudara, putra dari H. Muhammad Chalid yang merupakan seorang penghulu asal Amuntai. Sejak kecil, Idham dikenal cerdas dan berani. Saat bersekolah di Sekolah Rakyat (SR), dirinya langsung duduk di kelas dua karena kepintarannya di atas rata-rata.
Idham juga dikenal dengan bakat berpidatonya yang sudah tampak sejak dini. Ia memiliki kemampuan orasi yang kelak mengantarnya menjadi tokoh politik nasional.
Selepas menempuh pendidikan dasar, Idham belajar di Madrasah Ar-Rasyidiyyah untuk memperdalam ilmu agama dan bahasa Arab. Semangatnya menuntut ilmu membawanya ke Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, tempatnya menguasai berbagai bahasa asing seperti Jepang, Inggris, Jerman, dan Prancis.
Setelah lulus pada 1943, Idham melanjutkan pendidikan di Jakarta. Berkat kefasihannya berbahasa Jepang, ia kerap diminta menjadi penerjemah oleh pihak penjajah dalam berbagai pertemuan dengan para ulama. Dari sinilah, kedekatannya dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) mulai terbentuk.
Dari Santri Gontor ke Panggung Politik Nasional
Kecerdasan dan wawasannya membuat Idham cepat menanjak di organisasi keagamaan dan politik. Ia aktif di Gerakan Pemuda Ansor, kemudian dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal PBNU pada masa kepemimpinan KH. Masjkur.
Dalam Muktamar NU ke-19 di Palembang (1952), NU memutuskan keluar dari Masyumi dan berdiri sebagai partai politik sendiri. Idham menjadi salah satu tokoh penting di balik keputusan bersejarah itu.
Karier politiknya pun melesat. Ia pernah menjabat sebagai anggota DPR-RIS (1950), Konstituante (1956-1959), serta Wakil Perdana Menteri dalam beberapa kabinet seperti Kabinet Ali Sastroamidjojo II, Kabinet Djuanda, dan Kabinet Dwikora.
Selain itu, Idham juga menjabat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Sosial ad interim, Ketua DPR/MPR RI (1971-1977), dan Ketua DPA RI (1978-1983).
Tidak banyak politisi yang mampu bertahan di dua rezim besar Orde Lama dan Orde Baru tanpa kehilangan integritas. Namun Idham Chalid menjadi pengecualian. Ia dikenal sebagai sosok yang bijaksana, fleksibel, dan mampu menjaga martabat ulama dalam dunia politik yang keras.
Ketua DPR 'Termiskin' yang Disegani
Meski pernah duduk di jabatan tinggi negara, Idham Chalid hidup dengan sangat sederhana. Rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan, bukanlah rumah mewah, melainkan kompleks pesantren tempatnya mengajar dan membina santri.
Karena itu, ia dikenal publik sebagai 'Ketua DPR termiskin'. Namun, julukan ini bukan sembarang julukan, melainkan sebagai bentuk penghormatan atas kesederhanaan di tengah jabatan yang ia pegang.
Peran Besar dalam NU dan Dunia Pendidikan
Selama 28 tahun (1956-1984), Idham Chalid menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, sehingga menjadikannya pemimpin NU terlama dalam sejarah. Di bawah kepemimpinannya, NU tetap kokoh sebagai organisasi keagamaan dan sosial yang berpengaruh besar di Indonesia. Ia juga menjadi salah satu deklarator pendiri Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973 dan sempat menjadi presiden partai tersebut.
Selain berkiprah di politik, Idham Chalid juga menaruh perhatian besar pada pendidikan. Ia mendirikan Perguruan Darul Ma'arif di Cipete pada 1959, sebuah lembaga pendidikan yang menampung anak-anak dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Idham menolak menjadikan sekolah itu sebagai lembaga komersial.
Baginya, pendidikan adalah jalan untuk menjaga martabat manusia, bukan ladang bisnis. Prinsip ini membuat Darul Ma'arif tetap dikenal sebagai sekolah yang terjangkau bagi masyarakat kecil hingga kini.
Pengabdian dan Keteladanan hingga Akhir Hayat
Setelah tidak lagi aktif di politik, Idham Chalid memilih kembali ke dunia pendidikan dan sosial. Ia mengasuh pesantren dan rumah yatim di Cisarua, Bogor, serta tetap aktif mengajar hingga usia senja. Pada 11 Juli 2010, Idham Chalid wafat di usia 88 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Anak Yatim Darul Quran, Cisarua, dengan upacara militer sebagai bentuk penghormatan negara.
Sebagai pengakuan atas jasa-jasanya, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Dr. Idham Chalid melalui Keputusan Presiden Nomor 113/TK/2011 pada 7 November 2011. Ia menjadi putra Kalimantan Selatan ketiga yang mendapat gelar tersebut, setelah Pangeran Antasari dan Hasan Basry.
Lebih dari satu dekade sejak kepergiannya, nama Idham Chalid tetap harum dikenang. Bukan karena pernah menjabat tinggi, tetapi karena ia hidup untuk melayani.
Demikian profil KH. Idham Chalid, pahlawan asal Kalimantan Selatan. Semoga bisa menjadi teladan untuk kita semua.
Simak Video "Video Fadli Zon: Soeharto Sangat Layak Diberi Gelar Pahlawan Nasional"
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)
                                
                                
                                
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        
                        