Puluhan warga di Tarakan, Kalimantan Utara, bertahan memblokade akses ke tempat pembuangan limbah milik PT PRI hingga malam. Warga didampingi Lembaga Adat Tidung Ulun Pagun (Latup).
Pantauan detikKalimantan di lokasi, Jumat (31/10/2025), warga kembali ke titik blokade usai salat Jumat, dan sempat dihadang petugas keamanan (satpam) perusahaan. Cekcok mulut tak terelakkan sebelum akhirnya mereda.
Warga sempat membubarkan diri sementara waktu setelah adanya janji pertemuan dengan pimpinan PT PRI pada pukul 14.00 Wita. Namun, pertemuan yang dijanjikan itu tak kunjung terlaksana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Lembaga Adat Tidung Ulun Pagun (Latup), Muhammad, mengungkapkan pimpinan PT PRI yang ditunggu warga, Jiwendi, ternyata tidak berada di Tarakan.
"Informasinya warga bubar karena ada janji mau ketemu jam 2 siang. Setelah saya konfirmasi ke pimpinan, Jiwendi ternyata dia ada di Jakarta," ujar Muhammad saat dikonfirmasi di lokasi.
Muhammad mengaku telah menghubungi langsung Jiwendi melalui sambungan telepon. Ia menduga telah terjadi miskomunikasi antara manajemen lokal PT PRI dengan pimpinan pusatnya.
"Saya menganalisa bahwa baik manajer di sini Tarakan maupun Jiwendi belum ada komunikasi yang lebih akurat tentang hal ini," jelasnya.
Menurut Muhammad, Jiwendi justru terdengar kaget saat diberitahu kondisi di lapangan, termasuk soal tuntutan warga atas tanaman yang mati diduga akibat limbah dan adanya lahan bersertifikat milik warga yang dipagar pihak perusahaan.
"Saya pertanyakan ke Jiwendi. ini kondisi lagi tidak baik-baik saja nih. Karena ada tuntutan masyarakat berhubungan dengan limbah sehingga masyarakat mengalami kerugian karena tumbuhannya mati," tutur Muhammad.
"Bahkan ada salah satu sertifikat masyarakat sudah dipagar sama pihak PRI. Beliau Jiwendi bilang, 'Begitukah Pak? Nanti saya perintahkan supaya itu pagar dibongkar'. Nah saya menganalisanya ini tidak terkomunikasi dengan beliau," sambungnya.
Padahal, lanjut Muhammad, pihak manajemen lokal sebelumnya menyebut bahwa segala keputusan ada di tangan Pak Jiwendi. "Yang ngomong begitu Kadir dengan Eko," katanya.
Tuntutan utama warga adalah pembayaran ganti rugi sesuai kesepakatan yang dijanjikan sebelumnya, serta penghentian total aktivitas pembuangan limbah di lokasi tersebut.
"Satu tuntutan warga. Jangan sampai limbah itu dibuang di situ. Intinya di situ. Sehingga mereka menutup jalan," tegas Muhammad.
Pihak PT PRI di lokasi, sebutnya, sejauh ini menolak tuntutan warga dan seolah ingin mengarahkan penyelesaian melalui jalur pemerintahan. Situasi di lokasi juga sempat tegang dengan adanya permintaan penambahan personel keamanan dari pihak perusahaan.
"Sebenarnya baru sepuluhan orang yang datang. Tapi empat puluh sudah standby di sana. Dalam arti kalau ini rusuh mereka akan turun," ungkap Muhammad.
detikKalimantan sudah mengkonfirmasi salah seorang dari Tim Humas PT PRI, Mansyur. Namun ia mengaku tidak berhak memberikan statement ke media.
"Coba ke Eko, atau sebentar ku telpon Eko dan Kadir terkait ini," terangnya.
Sementara itu, sejak Kamis (30/10), detikKalimantan juga sudah berupaya mengkonfirmasi Humas PT PRI, Eko Wahyudi, namun yang bersangkutan belum merespons.
Hingga berita ini tayang, puluhan warga masih bertahan di titik blokade. Mereka bertekad akan tetap menghadang aktivitas pembuangan limbah, sekalipun perusahaan mencoba menggunakan akses jalan lain.
(sun/bai)
