Terungkap fakta bahwa ketua dan empat anggota KPU RI menyewa jet pribadi senilai Rp 90 miliar. Private jet itu digunakan untuk bepergian ke Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, dan Kuala Lumpur.
Padahal, pengadaan jet pribadi itu dirancang untuk memantau dan memastikan distribusi logistik Pemilu Tahun 2024 di daerah-daerah yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tapi, para komisioner KPU tidak menggunakan private jet itu sesuai peruntukannya.
Setelah berbulan-bulan dilakukan penyelidikan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap Ketua, anggota KPU, serta Sekjen KPU. DKPP menilai mereka telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu terkait pengadaan sewa private jet.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada; Teradu I, Mochammad Afifuddin, selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI; Teradu II, Idham Holik; Teradu III, Yulianto Sudrajat; Teradu IV, Parsadaan Harahap; Teradu V, August Mellaz, masing masing selaku Anggota KPU RI. Beserta Teradu VII, Bernard Dermawan Sutrisno, selaku Sekretaris Jenderal KPU RI, terhitung sejak putusan ini dibacakan," ujar ketua majelis Heddy Lugito saat membacakan putusan perkara nomor 178-PKE-DKPP/VII/2025, dalam sidang putusan yang disiarkan melalui YouTube DKPP, Selasa (21/10/2025).
Dalam putusan DKPP, terungkap KPU menyewa private jet untuk komisionernya senilai Rp 90 miliar. DKPP menyebut penyewaan itu dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pertama Rp 65.495.332.995 dan tahap kedua Rp 46.195.658.356. DKPP menyebut ada selisih anggaran Rp 19.299.674.639.
DKPP menyebut para komisioner KPU RI selaku teradu menyebut proses sewa private jet dilakukan sesuai aturan dan telah diaudit oleh BPK. Namun, DKPP menyebut fakta persidangan menunjukkan para teradu telah menyalahgunakan pengadaan jet pribadi dalam tahapan Pemilu 2024.
"Terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan bahwa pagu anggaran pengadaan sewa dukungan kendaraan distribusi logistik untuk monitoring dan evaluasi logistik Pemilu tahun 2024 dengan kode RUP469 dan seterusnya dianggap dibacakan dengan sumber dana APBN senilai Rp 90 miliar dengan pelaksanaan kontrak, yaitu bulan Januari sampai dengan Februari 2024," ujar anggota majelis, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dalam sidang seperti dilihat pada Rabu (22/10/2025).
"Pada faktanya berdasarkan bukti rute private jet dan passenger list sebanyak 59 kali perjalanan pada bukti P10 tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik. Akan tetapi justru digunakan untuk kegiatan, yaitu monitoring gudang logistik ke beberapa daerah, menghadiri bimbingan teknis Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan pascapemilu serentak, penyerahan santunan untuk petugas badan ad hoc, dan monitoring kesiapan dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pemilu Tahun 2024 di Kuala Lumpur," sambung Raka Sandi.
DKPP juga menyebut KPU beralasan private jet diperlukan karena masa kampanye Pemilu 2024 hanya 75 hari sehingga pengadaan dan distribusi logistik harus lebih cepat. DKPP menyebut KPU menganggap sempitnya masa kampanye Pemilu 2024 membuat pengadaan dan distribusi logistik pemilu dengan moda transportasi reguler tidak sesuai.
"Teradu I juga menyampaikan bahwa penggunaan private jet dirancang untuk memantau dan memastikan logistik Pemilu Tahun 2024 di daerah 3T, yaitu tertinggal, terdepan, dan terluar. Namun, pada faktanya, private jet digunakan sebanyak 59 kali perjalanan termasuk ke daerah yang bukan termasuk daerah 3T," ujar Raka Sandi.
DKPP menyatakan penggunaan private jet itu tidak digunakan sesuai perencanaan awal, yakni untuk monitoring distribusi logistik di daerah tertinggal, terdepan, terluar atau 3T. DKPP mengatakan para komisioner KPU yang menjadi teradu memilih private jet jenis Embraer Legacy 650.
"DKPP menilai bahwa tindakan teradu I sampai dengan teradu V dan teradu VII dalam penggunaan private jet tidak dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu. Terlebih teradu I sampai dengan teradu V memilih private jet dengan jenis Embraer Legacy 650 yang eksklusif dan mewah," ujar Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo.
Sekedar mengingat kembali, aduan kepada KPU ini dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia). Mereka melaporkan dugaan penyalahgunaan private jet KPU ke KPK pada Rabu (7/5/2025). Pengadaan jet itu diduga terkait perjalanan dinas pada 2024 lalu.
Peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono mengatakan pihaknya melapor usai mendapati sejumlah temuan. Yaitu salah satunya dugaan penggelembungan nilai kontrak dengan perusahaan private jet.
"Di proses pengadaannya kami melihat ada hal yang sangat janggal sebetulnya. Salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu. Nah informasi rencana pengadaannya juga sangat sederhana banget, artinya tidak ada yang detail lagi," sebutnya.
"Detail pagunya itu di angka Rp 46 miliar. Sementara nilai kontraknya itu jika ditotal dari dua kontrak, Januari dan juga Februari (2024) itu Rp 65 miliar. Itu ada dua kontrak," tambah dia.
Mereka juga melaporkan KPU karena dianggap kurang transparan terkait anggaran pengadaan jet tersebut. KPU juga dilaporkan karena private jet diduga dipakai untuk perjalanan dinas ke pulau yang sebenarnya bisa dijangkau pesawat komersil.
Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia juga melaporkan dugaan pelanggaran etik terkait pengadaan private jet di KPU RI tahun anggaran 2024 ke DKPP RI. Pelaporan dilakukan karena pengadaan private jet dianggap bermasalah sejak tahap perencanaan.
Pelaporan itu dilakukan pada Kamis (22/5/2025). Pihak yang dilaporkan adalah Ketua KPU RI dan anggota serta Sekretaris Jenderal KPU RI. Pelaporan terkait Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Simak Video "Video Prabowo Ngaku Tak Dendam dengan Anies: Dia Bantu Aku Menang"
(aau/aau)