Sejarah Hari Santri Nasional, Mengapa Ditetapkan 22 Oktober?

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Rabu, 22 Okt 2025 08:00 WIB
Logo Hari Santri 2025. Foto: Dok Kemenag
Balikpapan -

Peringatan Hari Santri Nasional menjadi momen reflektif dan monumental, tak hanya bagi kalangan pesantren melainkan juga seluruh bangsa Indonesia. Sebab pemilihan 22 Oktober bukan sekadar tentang santri, melainkan perjuangan melawan penjajah.

Dalam artikel ini akan kita kupas mengenai sejarah lahirnya Hari Santri Nasional, mulai dari latar belakang penetapannya, sejarah Resolusi Jihad, hingga tema dan logo Hari Santri Nasional 2025.

Asal-usul Pemilihan 22 Oktober

Dikutip dari NU Online, penetapan Hari Santri Nasional bermula dari aspirasi masyarakat pesantren yang ingin mengenang dan meneladani perjuangan santri dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia. Gagasan ini pertama kali disampaikan langsung kepada Joko Widodo (Jokowi) saat ia masih menjadi calon presiden.

Pada tanggal 27 Juni 2014, ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur, mengusulkan agar 1 Muharram dijadikan sebagai Hari Santri. Jokowi menyambut baik usulan tersebut dan bahkan menandatangani komitmen untuk memperjuangkannya.

Namun, dalam perkembangannya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan agar tanggal 22 Oktober yang dijadikan Hari Santri. Usulan ini didasarkan pada peristiwa bersejarah Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945.

Resolusi tersebut menyerukan kewajiban bagi setiap Muslim untuk membela tanah air dari ancaman penjajah, dan menjadi pemicu perlawanan rakyat yang berpuncak pada pertempuran 10 November di Surabaya.

Akhirnya, Presiden ke-7 Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015, yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015. Penetapan ini didasarkan pada tiga pertimbangan utama:

  • Peran besar ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa.
  • Pentingnya mengenang dan melanjutkan kontribusi mereka dalam menjaga NKRI.
  • Tanggal 22 Oktober sebagai momentum Resolusi Jihad yang bersejarah.

Dengan demikian, Hari Santri bukan sekadar usulan komunitas pesantren, melainkan bentuk penghormatan negara terhadap kontribusi historis dan ideologis kaum santri dalam menjaga keutuhan dan nilai-nilai bangsa Indonesia.

Mengenal Resolusi Jihad 22 Oktober 1945

Dikutip dari artikel Universitas Airlangga, dijelaskan bahwa KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad yang menegaskan bahwa berjuang melawan penjajah adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Resolusi ini tidak hanya bersifat religius, tetapi juga politis dan strategis, karena berhasil memobilisasi massa santri dan masyarakat umum untuk ikut serta dalam perlawanan terhadap pasukan Inggris dan NICA.

Resolusi ini menjadi pemicu utama semangat perlawanan dalam Pertempuran 10 November 1945, menjadikan Surabaya sebagai benteng terakhir dan simbol heroisme nasional. Peran santri dalam pertempuran tersebut bukan hanya fisik, tetapi juga ideologis dan spiritual, menjadikan Resolusi Jihad sebagai warisan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia.

Dilansir dari studi Resolusi Jihad dan Laskar Sabilillah Malang dalam Pertempuran Surabaya 10 Nopember 1945 oleh Najib Jauhari dari Universitas Negeri Malang, berikut isi fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang sudah disesuaikan dengan ejaan sekarang.

Bismillahirrahmanirrahim

Resolusi

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya.

Mendengar:

Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat umat Islam dan Alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

  1. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam
  2. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari Umat Islam.

Mengingat:

  1. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.
  2. Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
  3. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan umat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya.
  4. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.

Memutuskan:

  1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangan.
  2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat "sabilillah" untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Surabaya, 22 Oktober 1945

NAHDLATUL ULAMA




(bai/aau)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork