Evakuasi korban ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur memasuki hari ketiga. Orang tua santri yang anaknya belum ditemukan masih harap-harap cemas. Tim evakuasi mendeteksi ada sejumlah korban yang sudah tidak lagi merespons di bawah reruntuhan, diduga telah meninggal.
Mengutip detikJatim, Kasubdit RPDO (Pengarahan dan Pengendalian Operasi) Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia (KMM) Basarnas, Emi Freezer, mengungkap ada 15 titik korban yang terdeteksi. Delapan berstatus hitam atau kemungkinan sudah meninggal, tujuh lainnya berstatus merah atau kritis.
"Target utama yang sedang kami kejar saat ini adalah ada 15 lokasi," ujar Freezer dalam konferensi pers, Rabu (1/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Freezer mengungkap delapan orang dalam status hitam itu tidak dapat terevakuasi. Petugas mendeteksi mereka berberada di bawah kolom atau tiang bangunan. Sebagian korban dalam posisi sujud.
"Kemudian yang dua, dari delapan itu berdampingan dengan (titik yang dipetakan petugas) A1, posisinya lagi sujud, sama tertindih juga," jelasnya.
Untuk tujuh orang yang masih bisa memberikan respons, baru satu yang bisa dijangkau oleh petugas. Sementara yang lainnya masih diupayakan. Freezer menegaskan, meski baru ada 15 titik, petugas meyakini masih banyak korban lain di bawah reruntuhan.
"Kami sudah minta ke pihak pesantren berapa jumlah orang yang ada sebelum kejadian, tetapi yang terdata adalah hanya korban yang terevakuasi. Saya yakin ada korban yang selamat tapi tidak terdata," tuturnya.
Orang Tua Cemas Menunggu
Sementara itu, wali santri ponpes yang diduga menjadi korban runtuhan meminta evakuasi dipercepat. Hingga kini mereka belum mengetahui pasti kabar anak-anaknya.
Salah satu wali santri itu ialah M Sholeh (43), warga Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan. Sholeh mengaku resah karena hingga hari ketiga usai kejadian, belum ada kepastian soal nasib anaknya, Ahmad Suhaepi (15). Suhaepi merupakan santri kelas 1 dan diduga masih tertimbun reruntuhan.
Sholeh juga menyebut sudah mulai tercium bau menyengat dari balik reruntuhan. Para orang tua khawatir salah satu korban tak selamat itu adalah anak mereka.
"Sudah tiga hari dari hari Senin kami menunggu, tapi alat berat belum juga digerakkan. Katanya takut roboh atau tambah ambles. Tapi baunya sudah menyengat, tolong segera dieksekusi," pinta Sholeh.
Ahmad Suhaepi baru tiga bulan mondok di Ponpes Al Khoziny. Menurut Sholeh, mereka terakhir kali berkomunikasi sekitar satu minggu lalu. Dia mengaku pasrah apabila anaknya menjadi salah satu korban yang tak selamat.
"Datang ke sini cuma buat foto-foto dokumentasi. Kami ini minta tolong betul, bukan buat laporan-laporan. Kalau memang sudah tidak selamat, tidak apa-apa, yang penting segera dikeluarkan dari runtuhan," ucapnya sambil menahan tangis.
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan Arifin. Orang tua dari santri bernama Faumul (15) itu tidak bisa makan selama menunggu kabar anaknya. Dia sampai gemetar sembari menunggu di dekat lokasi.
"Belum ada kabar, di rumah sakit juga tidak ada semua. Sejak hari pertama itu, kami cek seluruh rumah sakit di Sidoarjo, nggak ada, mungkin di sini. Mengharapkan sekali keajaiban Allah. Karena sudah tiga hari (kami) nggak makan, nggak minum. Saya sendiri seharian gemetar, gemetar karena tidak makan," kata Arifin, Rabu (1/10/2025).