Potret menyedihkan tampak dari perbatasan Indonesia-Malaysia di Kecamatan Krayan Timur, Kabupaten Nunukan. Juriah yang sakit terpaksa ditandu warga sejauh belasan kilometer.
Mereka berjalan kaki lebih dari 6 jam, melintasi jalan setapak berlumpur dan naik turun gunung untuk mencapai fasilitas kesehatan terdekat. Perjalanan penuh perjuangan itu terjadi pada Selasa (23/9/2025), saat kondisi kesehatan Ibu Juriah menurun drastis akibat tekanan darah tinggi. Kepala Desa Bungayan, Ito Balang, menceritakan kronologi evakuasi dramatis yang mengandalkan kekuatan gotong royong warga.
"Ibu Juriah mengalami tekanan darah tinggi, yang dianggap ada lumpuh ringan di badan sebelah kiri. Tadi malam beliau tidak bisa tidur karena kesakitan," ujar Ito kepada detikKalimantan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat, bahkan roda dua pun sangat sulit. Satu-satunya pilihan adalah menandu pasien. Warga dari Desa Wa Yagung dan Bungayan bahu-membahu membuat tandu darurat dan memulai perjalanan yang berat.
"Tidak ada akses roda empat dan roda dua, dan tidak ada pilihan," ungkapnya melalui panggilan telepon.
Ito juga menjelaskan perjalanan untuk mengevakuasi Ibu Juriah menempuh jarak sekitar 12 kilometer melalui jalan setapak. Jalan tersebut merupakan bekas gusuran alat berat pada tahun 2000-an yang kini kembali menjadi semak belukar dan tidak pernah dirawat.
"Perjalanan mencapai 6 jam lebih jalan kaki. Itu naik gunung 3 jam, turun gunung 3 jam," jelasnya.
Sekitar 30 orang warga dari beberapa desa turut serta dalam evakuasi itu. Sebanyak 20 orang dari Desa Wa Yagung dan 10 orang dari Bungayan memulai perjalanan. Karena medan yang sangat berat, mereka harus meminta bantuan dari desa lain untuk menyambung di tengah perjalanan.
"Kami minta dari Desa Long Umung untuk menjemput di pertengahan jalan, di Gunung Ruan Tanem. Jadi kami estafet, setelah bertemu mereka yang meneruskan perjalanan ke rumah sakit," tutur Ito.
Menurut Ito, kondisi ini disebabkan tidak adanya infrastruktur jalan dan jembatan yang memadai. Ia menegaskan ini bukan soal jalan rusak, melainkan akses yang memang tidak pernah terbangun sepenuhnya.
"Bukan masalah akses rusak, tapi jembatan dari Long Umung itu memang tidak ada ke sini. Jadi mobil memang tidak bisa masuk," tegasnya.
![]() |
Potret yang Sudah Terjadi Puluhan Tahun
Ia mengungkapkan kondisi tersebut sudah berlangsung puluhan tahun, bahkan sejak zaman nenek moyang mereka. Berbagai usulan melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) sejak tahun 1990-an tak kunjung membuahkan hasil yang nyata.
"Pemerintah memang sudah mengalokasikan dana, tapi tidak sepenuhnya. Ada 3 kali anggaran, tapi hanya cukup untuk gusur beberapa meter. Nanti dikasih lagi anggaran, yang lama sudah rusak lagi. Pada akhirnya tidak pernah kami nikmati dengan baik," keluhnya.
Ito menyampaikan kritik pedas dan harapan besar kepada pemerintah pusat maupun daerah. Menurutnya, selama hampir 80 tahun Indonesia merdeka, desanya tidak merasakan perubahan yang signifikan dalam hal infrastruktur dasar.
"Mulai dari zaman nenek moyang itu sudah jalan kaki hingga detik ini. Kalau ada warga sakit maupun angkut material ya harus jalan kaki," katanya dengan nada pilu.
Ia berharap kisah evakuasi Juriah bisa membuka mata para pemangku kebijakan, untuk lebih serius memperhatikan nasib warga di perbatasan.
"Saya atas nama Kepala Desa Bungayan menyampaikan siapapun yang melihat kondisi seperti ini, kami mohon supaya diperhatikan, supaya desa kami bisa lebih maju," pungkasnya.
(sun/bai)