Teror Amoeba Pemakan Otak di Kerala India Makan Korban 19 Orang

Internasional

Teror Amoeba Pemakan Otak di Kerala India Makan Korban 19 Orang

Suci Risanti Rahmadania - detikKalimantan
Jumat, 19 Sep 2025 13:01 WIB
Amoeba Pemakan Otak
Amoeba pemakan otak. Foto: Getty Images/iStockphoto/sutthiphorn phanchart
Balikpapan -

Kasus kematian akibat infeksi otak meningkat di Kerala, India. Penyakit yang dikenal dengan nama Primary Amoebic Meningeoncephalitis (PAM) ini disebabkan oleh Naegleria fowleri, organisme yang dikenal sebagai 'amoeba pemakan otak'.

Dikutip detikHealth dari Reuters, tercatat ada 69 kasus PAM terkonfirmasi di Kerala. Sebanyak 19 di antaranya berakhir dengan kematian. Sebagain besar kematian dilaporkan dalam beberapa minggu terakhir.

Dokumen pemerintah Kerala menjelaskan bahwa PAM menyerang sistem saraf pusat. Infeksi ini merusak jaringan otak, menyebabkan otak membengkak, dan pada sebagian besar kasus berujung pada kematian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"PAM termasuk langka dan biasanya terjadi pada anak-anak, remaja, serta dewasa muda yang sebelumnya sehat," tulis dokumen tersebut.

Namun pada realitasnya, rentang usia pasien yang terinfeksi sangat lebar. Mulai dari bayi berusia 3 bulan hingga lansia 91 tahun. Menteri Kesehatan Negara Bagian Kerala Veena George mengatakan infeksi ini awalnya terkait dengan klaster di distrik tertentu, seperti Kozhikode dan Malappuram. Namun, kini infeksi muncul secara sporadis di berbagai wilayah Kerala.

"Tidak seperti tahun lalu, saat ini kami tidak menemukan kluster yang terkait dengan satu sumber air. Kasus yang muncul bersifat tunggal dan terpisah, dan hal ini memperumit investigasi epidemiologi kami," ujarnya dilansir NDTV.

Lebih lanjut, dokumen otoritas Kerala juga menyoroti media penyebaran amoeba pemakan otak. Yakni dari air tawar hangat, terutama yang berupa genangan. Amoeba masuk melalui mukosa olfaktori dan lempeng cribriform.

Orang yang berenang, menyelam, atau mandi di perairan yang terkontaminasi amoeba pemakan otak ini berisiko tinggi terinfeksi. Namun, infeksi ini tidak menular dari orang ke orang.

Dokumen tersebut juga menggarisbawahi bahwa risiko penularan juga meningkat akibat pemanasan global. Perubahan iklim menyebabkan suhu air naik, ditambah cuaca panas diyakini mendorong lebih banyak orang melakukan aktivitas rekreasi di air.

"Kemungkinan besar akan meningkatkan kontak dengan patogen ini," lanjut dokumen tersebut.

ARtikel ini telah tayang di detikHealth.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads