Seorang ibu mengadu ke DPRD Tarakan, Kalimantan Utara karena anaknya menjadi korban dugaan kekerasan seksual. Sudah lapor polisi, kini menurutnya penanganan kasus masih belum menunjukkan perkembangan.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) sempat diwarnai isak tangis dari orang tua korban dugaan kekerasan seksual, karena ibu korban sudah melapor sejak Februari 2025. Kini, ibu korban merasa proses tersebut lambat, karena dirinya baru dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi pada Agustus 2025.
Perwakilan dari Dinas Sosial (Dinsos) Tarakan, Alghi Fari Smith, yang juga bertindak sebagai pekerja sosial (peksos) pendamping korban, menjelaskan alasan di balik RDP ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menjawab kegelisahan dari ibu anak korban yang merasa penanganan kasusnya berjalan lambat," ujar Alghi saat ditemui detikKalimantan pasca RDP.
Ia menyambut baik adanya penerbitan Daftar Pencarian Saksi (DPS) dari kepolisian. Alghi Fari Smith menjelaskan, langkah ini diharapkan dapat menjawab kekhawatiran ibu korban yang merasa proses hukumnya terhambat.
"Harapannya dengan dikeluarkannya DPS tersebut dan dibantu disebar masyarakat nantinya, ini mempersempit atau memperkecil gerak daripada terduga pelaku ini," tuturnya.
Selain perkembangan penegakan hukum, RDP juga membahas isu pendampingan korban. Alghi Fari Smith mengungkapkan bahwa anak korban telah rd didampingi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPPA dan PPKB) Tarakan.
"Pendampingan psikolog telah selesai, dan korban kini dirujuk ke psikiater karena didiagnosis menderita skizofrenia dan trauma berat diduga akibat tindak kekerasan seksual yang dialaminya," bebernya.
Selain mengawal kasus anaknya, ia juga menghadapi masalah pribadi. Ibu korban diduga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berupa penelantaran ekonomi dan kekerasan psikis dari suaminya.
"Dampak KDRT ini sangat serius, mulai dari cicilan rumah yang macet, anak berpotensi putus sekolah, hingga usaha jual kue yang terhambat. Kondisi ini membuat ibu korban terguncang, bahkan sempat melakukan percobaan bunuh diri," tambahnya.
Kabar Terbaru dari Polisi
Dalam RDP tersebut, Kasat Reskrim Polres Tarakan, AKP Ridho Pandu Abdillah, menyampaikan perkembangan terbaru.
"Kita sudah menerbitkan DPS (Daftar Pencarian Saksi) untuk saksi terlapor," kata AKP Ridho usai RDP.
Ia menjelaskan, DPS akan disebarkan di kalangan kepolisian, dan masyarakat juga diperbolehkan untuk membantu menyebarkannya.
"Langkah tersebut diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku," bebernya.
Meski demikian, AKP Ridho juga menekankan pentingnya kolaborasi antara polisi dan masyarakat. Ia berharap masyarakat memberikan kepercayaan kepada pihak kepolisian dalam menangani kasus ini.
"Polisi tidak bisa bekerja sendiri. Polisi tentu membutuhkan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Tarakan, Simon Patino, memaklumi alasan ibu korban memilih jalur RDP.
"Dia merasa ada kelambatan dalam penanganan kasusnya," jelas Simon.
Ia juga mengakui bahwa kasus ini adalah masalah kompleks yang melibatkan tekanan ekonomi dan kondisi psikologis.
Simon menegaskan, RDP ini bukan untuk mencari siapa salah dan benar tetapi untuk memastikan semua pihak terkait bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
"Polisi sudah bekerja, cuma komunikasi itu yang tidak terbangun," pungkasnya.
Ia berharap, edukasi dan pemahaman yang baik dapat mencegah masyarakat menempuh jalur yang tidak semestinya, seperti melapor ke instansi di luar kewenangan.