Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu agenda penting dalam agama Islam. Namun, pembahasan tentang perayaan Maulid Nabi tak jarang menimbulkan perbincangan hangat sebab ada perbedaan pandangan dari para ulama.
Sebagian umat menganggapnya sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan kepada Rasulullah, sementara sebagian lainnya memandangnya sebagai amalan yang tidak dicontohkan langsung pada masa Nabi maupun para sahabat. Lalu, bolehkah merayakan Maulid Nabi?
Tradisi peringatan Maulid Nabi sebetulnya sudah berlangsung ratusan tahun di berbagai belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia. Biasanya, perayaan ini diisi dengan pembacaan shalawat, doa bersama, pengajian, hingga berbagi pada sesama.
Namun beberapa ulama punya pendapat masing-masing soal perayaan Maulid Nabi. Padahal sebetulnya hari ini merupakan peringatan yang baik, menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Apa Itu Maulid Nabi?
Maulid Nabi adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, sosok yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati atau dirayakan setiap 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Dikutip dari buku berjudul Al Akhbar karya Tebyan A'maari Machalli, dijelaskan bahwa Maulid Nabi berasal dari bahasa Arab yaitu "mawlid an-nab". Kata "maulid" atau "milad" berarti hari kelahiran.
Peringatan Maulid Nabi berkaitan dengan mengingat hari kelahiran, mukjizat, dan mengetahui akhlak Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi yang berkembang di kalangan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Agama (Kemenag), Maulid Nabi 12 Rabiul Awal akan jatuh pada hari Jumat, 5 September 2025.
Perayaan ini juga ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri PANRB tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024.
(aau/bai)