Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan kelahiran Rasulullah yang telah menjadi tradisi umat Islam sejak zaman awal Islam. Perayaan ini bukan sekadar mengenang hari lahir, tetapi juga menjadi momen untuk meneladani ajaran, kepemimpinan, dan akhlak mulia Nabi Muhammad SAW.
Sejak abad pertama hijriah, masyarakat muslim di Jazirah Arab telah menggelar peringatan ini dengan berbagai bentuk, baik di masjid maupun di rumah-rumah, sebagai wujud penghormatan dan kecintaan terhadap Rasulullah.
Seiring berjalannya waktu, tradisi Maulid Nabi berkembang di berbagai wilayah, termasuk di Nusantara, dengan ekspresi yang beragam sesuai budaya setempat. Dari pembacaan kitab-kitab Manakib Nabi di Jawa, Maulid Nabi menjadi simbol persatuan, syukur, dan pengingat bahwa teladan hidup Nabi SAW tetap relevan hingga kini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Perayaan Maulid Nabi
Dilansir dari Nahdlatul Ulama (NU) Online, tradisi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah tercatat sejak tahun kedua hijriah. Dalam buku Sejarah Maulid Nabi, Khaizuran (170 H/786 M), ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid, memprakarsai perayaan ini di Madinah dan Makkah.
Di Madinah, perayaan digelar di Masjid Nabawi, sementara di Makkah dilakukan di rumah-rumah warga. Dengan pengaruhnya yang besar pada masa Dinasti Abbasiyah, Khaizuran mampu menggerakkan masyarakat muslim untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad dan meneladani ajarannya.
Kelahiran Nabi Muhammad
Nabi Muhammad diyakini lahir pada 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah (570 Masehi), meski ada catatan lain yang menyebut beberapa tahun sebelum atau sesudahnya. Sebelum kedatangan Islam, Jazirah Arab dikenal sebagai zaman Jahiliyah, di mana masyarakat hidup di tengah konflik antara kekaisaran Romawi dan Persia.
Masih dari sumber yang sama, menurut M Quraish Shihab (Lentera Hati, 2007), kelahiran Nabi SAW di Hijaz sangat strategis, karena wilayah ini menjadi penghubung Timur dan Barat, memungkinkan pesan Ilahi tersebar luas.
Makkah sendiri, pusat Hijaz, menjadi persimpangan pedagang dan seniman, dan Nabi Muhammad SAW lahir dari suku Quraisy, tepatnya keluarga Bani Hasyim yang terkenal religius, gagah, dan berwibawa.
Tradisi Maulid di Indonesia
Di Indonesia, Maulid Nabi SAW diperingati dengan berbagai tradisi lokal. Di Jawa, masyarakat membaca Manakib Nabi Muhammad melalui kitab-kitab seperti Maulid Barzanji, Simtud Dhurar, dan Burdah, kemudian menikmati hidangan bersama secara gotong royong.
Di Sulawesi Selatan, peringatan dikenal dengan nama Maudu Lompoa atau Maulid Akbar. Prosesi ini meriah, menampilkan arak-arakan replika perahu Pinisi berhiaskan kain dan makanan simbolik.
Perahu diarak keliling desa sebelum dipersembahkan dalam puncak acara. Perayaan ini tidak hanya mengenang kelahiran Nabi, tetapi juga menegaskan sejarah masuknya Islam melalui pedagang Arab dan menjadi daya tarik wisata budaya.
Dari jazirah Arab hingga Nusantara, Maulid Nabi Muhammad SAW terus hidup sebagai simbol penghormatan, rasa syukur, dan pengingat teladan hidup beliau. Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai persatuan, kebersamaan, dan spiritualitas yang tetap relevan bagi umat Islam hingga hari ini.
(auh/irb)