Seberapa Bahaya Varian COVID 'Stratus' yang Sudah Masuk RI?

Seberapa Bahaya Varian COVID 'Stratus' yang Sudah Masuk RI?

Suci Risanti Rahmadania - detikKalimantan
Senin, 28 Jul 2025 06:00 WIB
Warning about the scary COVID-19 virus. World pandemic with coronavirus COVID19. Wuhan city is a threat to humanity. Bacteria on a background of thunderclouds
Foto: Getty Images/subjob
Jakarta -

Muncul varian COVID 'Stratus' atau XFG di berbagai negara. Kini varian baru COVID tersebut sudah terdeteksi di Indonesia dan disebut sebagai varian paling dominan saat ini.

Di dunia, banyak negara yang mengalami lonjakan kasus COVID varian baru ini. Laporan Kementerian Kesehatan RI bulan Juni 2025 menunjukkan 100% kasus merupakan varian XFG.

"Pada Bulan Juni Varian dominan di Indonesia adalah XFG (75 persen pada Mei, dan 100 persen pada Juni), dan XEN (25 persen pada Mei)," demikian bunyi laporan Kemenkes, dikutip detikHealth, Minggu (27/7/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sampai minggu ke-30, total kasus COVID-19 sepanjang 2025 tercatat 291 kasus dari 12.853 spesimen yang diperiksa, menghasilkan positivity rate kumulatif sebesar 2,26 persen. Sementara itu, jumlah kasus yang terdeteksi di lokasi sentinel hingga minggu ke-25 mencapai 82 kasus dari 2.613 spesimen.

Adapun positif kumulatif tahun 2025 terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan DI Yogyakarta.

Seberapa Bahaya Varian Stratus?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut XFG sebagai variant under monitoring (VUM) dan menyatakan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh varian ini dinilai rendah pada tingkat global.

XFG diperkirakan memiliki pertumbuhan relatif tertinggi dibandingkan varian lain yang beredar sejak sebelum ini, termasuk 'Nimbus' atau NB.1.8.1.

"Data saat ini tidak menunjukkan varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau kematian daripada varian lain yang beredar," kata WHO, (7/7/2025).

Namun WHO belum menemukan tanda-tanda apa pun yang menunjukkan peningkatan keparahannya.

"Meskipun ada peningkatan kasus dan rawat inap yang dilaporkan di beberapa negara [Kawasan Asia Tenggara], yang memiliki proporsi XFG tertinggi, tidak ada laporan yang menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit terkait lebih tinggi dibandingkan dengan varian yang beredar lainnya, kata WHO.

Konsultan epidemiologi di UK Health Security Agency (UKHSA) Dr Alex Allen juga menyebut sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan varian XFG menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada varian sebelumnya.

"Merupakan hal yang normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu," kata Dr Alex Allen, konsultan epidemiologi di UK Health Security Agency (UKHSA), seraya menambahkan pihaknya terus memantau semua jenis COVID di Inggris, dikutip dari The Independent.

Artikel sudah tayang di detikHealth.




(suc/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads