Tanah Terbengkalai 2 Tahun Bisa Diambil Alih Negara

Nasional

Tanah Terbengkalai 2 Tahun Bisa Diambil Alih Negara

Danica Adhitiawarman - detikKalimantan
Rabu, 16 Jul 2025 16:00 WIB
Ilustrasi sengketa tanah
Foto: freepik/Freepik
Samarinda -

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengingatkan adanya kebijakan terkait aset tanah telantar. Pemillik tanah yang membiarkan asetnya tidak digunakan selama 2 tahun akan diberi teguran. Jika teguran diabaikan, maka tanah tersebut dapat diambil alih oleh negara.

Dilansir detikProperti, pemerintah mengatur kebijakan ini dalam PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN Harsion Mocodompis menjelaskan awalnya kebijakan ini diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010, kemudian diubah.

"Tanah-tanah telantar itu jika dengan sengaja tidak diusahakan tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, tidak dipelihara, terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak. Nah itu akan diidentifikasi oleh negara," ujar Harison kepada detikProperti, Rabu (16/7/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tanah telantar yang dimaksud adalah tanah hak, tanah hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara. Objek penertiban tanah telantar meliputi tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.

Dengan kata lain, lanjut Harison, tanah yang menjadi objek peraturan ini adalah tanah kosong yang dibiarkan tanpa aktivitas, misalnya tidak dibuat bangunan, pagar, ataupun kebun.

Adapun tahapan pengambilalihan tanah ini diawali dengan identifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian ada sejumlah proses yang harus dilakukan, sehingga tanah bukan dirampas oleh negara dan tidak serta merta beralih ke negara.

Pertama, inventarisasi identifikasi tanah terlantar. BPN akan mengirim surat kepada pemilik tanah untuk mempertanyakan pemanfaatan atas tanah. Jika selama 3 bulan pemilik tetap tidak mengusahakan tanahnya tersebut, BPN akan memberi peringatan hingga tiga kali.

"Kalau dia masih nggak (mengusahakan) juga, baru dilakukan penertiban. Sekarang dia misalnya sudah diperingati seperti itu pun tidak mau dengar, tidak mau mengusahakan, akhirnya ditetapkan tanah terlantar," paparnya.

Tanah telantar yang diambil alih negara akan dijadikan tanah cadangan untuk negara (TCUN). Nantinya tanah tersebut dapat digunakan untuk reforma agraria, kepentingan negara, dan dijadikan cadangan bank tanah.

Harison menyebut kondisi tanah telantar ini biasanya terjadi pada tanah berskala besar milik perusahaan, yakni bersertifikat HGU dan HGB. Pasalnya, pemilik tanah sudah mengajukan proposal usaha atas tanah tersebut.

"PP ini hanya untuk menegaskan kepada masyarakat bahwa kalau bapak dan ibu punya tanah ya dipelihara, diusahakan, dimanfaatkan, karena kan dulu waktu dia diberikan haknya, dia kan janji mau mempergunakan tanah itu," sambungnya.

Pemilik yang telah diberikan hak tersebut memiliki SK Pemberian Hak yang mencantumkan kewajiban atas tanahnya. Setelah dua tahun, negara akan mempertanyakan apakah tanah tersebut sudah digunakan sesuai kewajiban atau belum.

Sedangkan untuk tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) milik perorangan, kasus pengambilalihan oleh negara ini jarang terjadi. Harison mengatakan pemilik biasanya langsung mengusahakan tanah ketika mendapat teguran dari lurah. Pemilik tanah setidaknya perlu membangun pagar, membersihkan tanahnya, dan memberikan informasi bahwa tanah itu miliknya supaya tidak dianggap terlantar.

Artikel ini telah tayang di detikProperti.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads