RS Asing Mau Buka Cabang di Pedalaman Indonesia, Mungkinkah?

RS Asing Mau Buka Cabang di Pedalaman Indonesia, Mungkinkah?

Nafilah Sri Sagita K - detikKalimantan
Rabu, 16 Jul 2025 09:31 WIB
Petugas kesehatan mendata pasien yang telah menjalani operasi mata katarak di Rumah Sakit AL Huda Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (21/6/2025). Sebanyak lima dokter spesialis mata dari RS Mata Undaan Surabaya dan RS AL-Huda Banyuwangi melakukan operasi katarak terhadap 50 pasien dalam program bakti sosial layanan kesehatan mata gratis karena katarak masih menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia yang menyumbang lebih dari 80 persen kasus terutama pada lansia dan masyarakat dengan akses terbatas terhadap layanan medis. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/tom.
Ilustrasi Rumah Sakit. Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Balikpapan -

Wacana pembukaan cabang rumah sakit asing di Indonesia belakangan menjadi sorotan. Hal ini disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan ke Eropa, AntΓ³nio Costa, di Brussels, Belgia beberapa waktu lalu.

Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan RI, Azhar Jaya, menjelaskan bahwa pembukaan cabang rumah sakit asing di Indonesia sebenarnya telah memiliki dasar hukum sejak lama. Hal ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 yang mengatur bidang usaha terbuka bagi penanaman modal asing (PMA).

Namun, sejauh ini belum ada rumah sakit di Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh investor asing. Yang ada justru merupakan kerja sama antara modal asing dan lokal. Model kepemilikan campuran ini dinilai sebagai langkah awal yang positif untuk membangun kepercayaan di kalangan investor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait kebijakan Presiden terkait keterbukaannya terhadap investor rumah sakit asing, Azhar menilai hal tersebut tidak perlu menjadi kekhawatiran. Justru, ia melihatnya sebagai momentum bagi banyak rumah sakit dalam negeri untuk membuka diri dan belajar dari sistem manajemen yang lebih maju.

"Tapi kalau menurut saya sih, ini bukan masalah. Kalau kita mau kompetisi sama orang, kita harus bisa punya rival yang bagus. Kalau rivalnya bagusnya cuma itu doang, dia nggak akan terpacu," sorot Azhar saat ditemui di tengah sesi rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (16/7/2025).

Pembukaan cabang RS asing di Indonesia sempat disoroti pakar sebaiknya tidak dibuka di perkotaan besar yang kemudian hanya berfokus pada kawasan elite, demi semata-mata keuntungan bisnis.

"Gini, mereka tuh bahkan nggak akan mau mendirikan RS kalau pasarnya nggak ada. Jadi mereka pasti sudah ngitung. Kalau mereka masuk ke pasar yang sudah jenuh, ya mereka bisa rugi sendiri," ujar Azhar.

Ia mencontohkan, Caroline Riady yang membangun rumah sakit di Papua, juga menjadi bukti investor bisa masuk ke wilayah yang memang membutuhkan layanan kesehatan karena peluang pasar masih besar.

"Tugas pemerintah adalah hadir di tempat-tempat yang tidak diminati swasta. Pemerintah harus tetap fokus pada pemerataan layanan, termasuk di wilayah terpencil," jelasnya.

Saat ditanya soal kemungkinan insentif atau regulasi untuk mendorong RS asing membuka cabang di wilayah tertinggal, Azhar menyebut Kemenkes telah memiliki pemikiran ke arah tersebut, meski belum diformalkan dalam peraturan.

"Pak Menkes sudah punya pemikiran ke sana. Misalnya, kalau mereka bangun RS di Jawa, maka harus juga bangun di luar Jawa. Tapi itu belum jadi aturan resmi," kata Azhar.

Salah satu motivasi utama kebijakan pembukaan RS asing adalah mengurangi arus wisata medis ke luar negeri. Setiap tahun, diperkirakan lebih dari Rp 100 triliun devisa keluar dari Indonesia karena masyarakat memilih berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.




(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads