Keluh Para Gubernur Kalimantan pada Minimnya Pembagian Dana Bagi Hasil

Keluh Para Gubernur Kalimantan pada Minimnya Pembagian Dana Bagi Hasil

Yuda Almerio - detikKalimantan
Kamis, 10 Jul 2025 19:29 WIB
Ilustrasi fokus (bukan buat insert) Kontroversi Anggaran DKI (Ilustrator: Luthfy Syahban/detikcom)
Ilustrasi pembagian dana. Ilustrator: Luthfy Syahban/detikcom
Balikpapan -

Pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam antara pusat dan daerah mendapat sorotan dari para Gubernur wilayah penghasil. Para pejabat daerah merasa adanya ketimpangan dalam pembagian DBH tersebut.

Salah satunya, Kalimantan Timur (Kaltim), yang dikatakan hingga kini belum menerima sepeser pun DBH dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Penjualan Hasil Tambang (PHT). Padahal sepanjang 2024, Kaltim menyumbang Rp 18,52 triliun atau sekitar 56,7 persen dari total PNBP nasional PHT yang tercatat sebesar Rp 32,68 triliun.

Sayang, kontribusi besar tersebut tidak dibarengi dengan pembagian DBH yang sepadan. Hal serupa terjadi pada PNBP dari penggunaan kawasan hutan. Dari total Rp 3,21 triliun PNBP nasional, Kaltim menyetor Rp 1,9 triliun namun berakhir tanpa pembagian dana bagi hasil dari pusat.

Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud menyebut skema pembagian dana tersebut tidak adil. Bahkan untuk iuran tetap sektor minerba, dari total PNBP nasional Rp 786,5 miliar, kontribusi Kaltim mencapai Rp 110 miliar.

Tetapi yang dibagikan hanya Rp 21 miliar. Sedangkan dari royalti senilai Rp 103,36 triliun secara nasional, Kaltim menyumbang Rp 34,55 triliun. Dana yang kembali ke daerah kemudian sebesar Rp 8,56 triliun.

"Ini bukan sekadar angka. Ini menyangkut masa depan hak konstitusional di era baru hubungan keuangan pusat dan daerah," kata Rudy dalam rapat koordinasi Sinergi Daerah Penghasil Sumber Daya Alam yang diikuti seluruh kepala daerah penghasil di Hotel Novotel, Balikpapan pada Rabu (10/7/2025).

Ia menegaskan bahwa Pemprov Kaltim bukan antiinvestasi. Pihaknya mendukung hilirisasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi tetap meminta keadilan fiskal. Rudy berharap daerah penghasil bisa memperbaiki kerusakan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan membangun dengan daya dukung yang memadai.

Rudy juga menyoroti absennya regulasi yang mengatur DBH untuk sektor PHT dan penggunaan kawasan hutan (PKH). Ia mendorong pemerintah pusat segera menerbitkan peraturan pemerintah baru seperti halnya PP 38/2023 yang mengatur DBH dari sawit.

"Hingga saat ini, potensi DB HPHT dan PKH belum ada. Sehingga diperlukan PP yang baru seperti halnya PP 38/2023 yang mengatur DBH sawit," kata dia.

Nada serupa disampaikan Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan. Kalbar sebagai produsen sawit terbesar kedua setelah Riau, serta wilayah dengan 57 persen kawasan hutan, hanya menerima Rp 10 miliar DBH tahun ini.

"Kalbar tidak beda jauh dengan Kaltim. Permasalahannya sama, dana bagi hasil kecil dan terus menurun," ucap Ria.

Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang pun ikut mempertanyakan keadilan fiskal dari pusat. Ia mengungkapkan bahwa luasnya kebun sawit dan produksi CPO tidak sebanding dengan kecilnya DBH yang diterima.

"Kita setengah mati menjaga hutan, tanah diobrak-abrik tambang. Begitu bagi hasil, kecil. Sedih," ujarnya.

Zainal pun mengusulkan agar seluruh gubernur penghasil SDA diberi kesempatan menghadap langsung Presiden Prabowo Subianto.

"Ini untuk kepentingan masyarakat, menekan kemiskinan, memperbaiki gizi, membangun rumah layak huni. Kami siap menyampaikan langsung," pesan Zainal.

Mewakili Gubernur Kalimantan Selatan, Wakil Gubernur Kalsel Hasnuryadi Sulaiman menyatakan dukungan penuh agar hasil rapat koordinasi ini segera disampaikan ke Presiden.

"Mudah-mudahan ada kecocokan data dan waktu menghadap Presiden Prabowo Subianto," ucap Hasnuryadi.




(aau/aau)
Hide Ads