Gerai Kuliner di Singapura Ramai-ramai Gulung Tikar, Kenapa?

Internasional

Gerai Kuliner di Singapura Ramai-ramai Gulung Tikar, Kenapa?

Ignacio Geordi Oswaldo - detikKalimantan
Jumat, 20 Jun 2025 13:31 WIB
tur kuliner di Singapura
Ilustrasi pertokoan Singapura. Foto: Istimewa
Balikpapan -

Singapura sedang mengalami gelombang besar penutupan usaha di sektor kuliner. Bahkan sepanjang tahun 2025, tercatat rata-rata sekitar 307 gerai makanan dan minuman tutup setiap bulannya di negara tersebut.

Dikutip detikFinance dari laporan Reuters, jumlah penutupan kios makanan ini terus meningkat setiap tahun. Pada 2024, rata-rata sekitar 254 kios tutup setiap bulan, sedangkan pada periode 2022 hingga 2023, angka penutupannya berkisar 230 kios per bulan.

Secara keseluruhan, rasio jumlah kios yang tutup dibandingkan yang baru dibuka pada tahun 2025 dan 2024 menunjukkan peningkatan signifikan dibanding masa pandemi. Hal ini mencerminkan semakin beratnya tekanan yang dihadapi industri makanan dan minuman di Singapura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa penyebabnya? Kenaikan biaya sewa tempat usaha, harga bahan baku, dan upah tenaga kerja menjadi faktor utama yang memicu runtuhnya banyak bisnis kuliner. Salah satu contoh konkret datang dari Alvin Goh, salah satu pendiri Wine RVLT, yang mengumumkan rencana penutupan tokonya pada Agustus mendatang setelah masa kontrak sewanya berakhir.

"Kami telah merugi sejak Juni 2023. Kami telah menyiapkan uang untuk memastikan bahwa sewa, gaji, dan pemasok tetap dibayar," katanya.

Parahnya lagi, dampak krisis ini tidak hanya dirasakan oleh usaha kuliner berskala kecil, tetapi juga menyeret restoran-restoran kelas atas. Salah satunya adalah private club 1880 yang berlokasi di Robertson Quay, yang baru-baru ini mengumumkan akan menutup operasionalnya secara permanen.

Penutupan mendadak klub eksklusif ini disebabkan oleh keterbatasan dana untuk memenuhi kebutuhan seperti pembelian bahan baku, biaya operasional, dan pembayaran gaji karyawan. Sebelumnya, cabang 1880 di Hong Kong juga telah menghentikan operasionalnya pada 30 Mei lalu, hanya beberapa bulan setelah resmi dibuka.

Dilansir dari CNA, tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan jumlah pengunjung menjadi faktor utama di balik penutupan tersebut. Meski sempat berupaya menggalang dana tambahan melalui pencarian investor baru, usaha tersebut akhirnya gagal membuahkan hasil.




(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads