Proyek pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS) di wilayah perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) khususnya di Nunukan, hingga kini masih mangkrak. Anggota DPRD Nunukan, Gad Khaleb menilai kondisi ini mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan di daerah perbatasan.
Menurut Gad, proyek tower BTS yang dimulai pada masa kepemimpinan Gubernur Kaltara Irianto Lambrie terkesan dibiarkan tanpa penyelesaian. Ia mengkritik pendekatan pemerintah yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan politik ketimbang kebutuhan masyarakat di wilayah terpencil.
"Pemerintah cenderung fokus pada daerah perkotaan atau wilayah dengan suara pemilih terbanyak. Pendekatan pembangunan lebih berbasis politik, bukan keadilan atau kemanusiaan," ujar Gad kepada detikKalimantan, Rabu (18/6/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gad juga menyoroti syarat yang mengharuskan ada 1.000 pengguna untuk membangun infrastruktur seperti tower BTS. Menurutnya, syarat itu tidak realistis untuk wilayah perbatasan seperti Apokayan, yang memiliki jumlah penduduk terbatas.
"Ini hanya alasan yang menunjukkan pemerintah tidak serius membangun daerah perbatasan," tegasnya.
Ia juga mengungkapkan DPRD Nunukan telah berulang kali menyampaikan keluhan terkait tower BTS yang tidak berfungsi, termasuk saat kunjungan gubernur ke Binuang, Krayan Tengah, pada masa kepemimpinan sebelumnya. Namun hingga kini, tidak ada tindakan nyata dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kami sudah desak sejak lama. Bahkan, saat kunjungan gubernur ke Krayan Tengah, kami tunjukkan kondisi tower yang mangkrak. Tapi sepertinya pemerintah tidak punya niat untuk mewujudkan pembangunan ini," kata Gad.
Mangkraknya proyek tower BTS dikhawatirkan semakin memperlebar kesenjangan akses komunikasi di wilayah perbatasan Kaltara. Masyarakat Nunukan, khususnya di daerah terpencil, masih kesulitan mendapatkan sinyal telekomunikasi yang memadai, sehingga menghambat aktivitas sehari-hari dan pembangunan ekonomi lokal.
(sun/des)