Sejumlah aktivis dari berbagai pergerakan tahun 1998 sepakat menolak usul pemberian gelar pahlawan bagi Presiden Ke-2 RI Soeharto. Penolakan itu disampaikan di tengah diskusi mengenang peristiwa Reformasi.
Diskusi bertema 'Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjajat HAM?' ini berlangsung hari ini, Sabtu (24/5/2025) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan. Sejumlah aktivis pergerakan yang hadir dalam diskusi ini antara lain Mustar Bonaventura, Ray Rangkuti, Ubedillah Badrun, Bela Ulung Hapsara, Anis Hidayah, Jimly Fajar, dan Hengki Kurniawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mustar menyampaikan pandangannya terkait usulan penganugerahan gelar pahlawan yang menjadi sorotan dalam diskusi ini. Dia menegaskan bahwa para aktivis yang hadir sepakat menolak wacana tersebut.
"Ini adalah peringatan bukan cuma sekedar berkumpul, tapi adalah peringatan menurut kami adanya wacana atau ide akan dianugerahkan gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto, jelas kami bersepakat menolak," kata Mustar.
Dia menambahkan bahwa forum diskusi ini merupakan wadah bagi para aktivis 98 untuk menyatakan sikap atas wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Menurutnya, usulan itu seolah menghilangkan tujuan reformasi yang diperjuangkan 27 tahun lalu itu.
"Ini secara tegas hari ini akan nanti kami sampaikan secara terbuka bersama-sama dengan seluruh teman-teman bahwa adanya ide ini menurut kami adalah mencederai, menodai apa yang sudah diperjuangkan pada tahun 1998," terang dia.
Dia turut menyinggung perjuangan pada tahun 98 bahkan hingga memakan korban jiwa. Karena itu, para aktivis menilai gelar pahlawan kepada Soeharto akan mencederai perjuangan terhadap upaya menghadirkan demokrasi penuh pengorbanan tersebut.
"Demokrasi hari ini lahir tidak gratis, tidak lahir karena tiba-tiba, tapi karena dari buah keringat perjuangan bahkan mungkin korban, korban ada ribuan, ada nyawa, ada air mata disitu. Sehingga menurut kami tidak tepat," tegasnya.
(des/des)