Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Sebatik, Kalimantan Utara yang telah selesai dibangun, dinilai belum beroperasi secara maksimal. Sehingga marak masuk barang ilegal seperti beras, gula, dan ikan dari Malaysia, yang berdampak buruk bagi petani dan nelayan lokal di Nunukan.
Pada Minggu (27/4/2025), Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menggagalkan penyelundupan 19 ton beras dan gula pasir bersubsidi asal Malaysia di perairan Sei Nyamuk, Sebatik. Kapal kayu yang mengangkut barang tersebut dicegat kapal patroli KN Gajah Laut-404 dan kini dibawa ke Tarakan untuk diselidiki.
PLBN Sebatik Selesai Dibangun, Tapi Tak Efektif
Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Rian Toni mengungkapkan PLBN di Sebatik memang sudah rampung, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PLBN di Long Midang, Nunukan sudah berjalan, tapi di Sebatik masih belum optimal," ujarnya.
Ia menyebut Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI sempat mengunjungi lokasi tersebut beberapa pekan lalu. Namun tidak ada tindak lanjut signifikan.
Akibatnya, perdagangan barang ilegal dari Malaysia seperti beras, gula, hingga ikan, masih leluasa masuk ke Nunukan tanpa melalui prosedur cukai. Rian menjelaskan praktik ini dianggap sebagai 'kearifan lokal' untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Nunukan, selama barang tersebut tidak dibawa keluar daerah.
Namun, tanpa pengawasan ketat dari PLBN yang berfungsi penuh, barang ilegal kerap lolos dan bahkan didistribusikan ke luar Nunukan, seperti ke Sulawesi atau Tarakan.
Dampak Ekonomi: Petani dan Nelayan Lokal Rugi
Minimnya fungsi PLBN Sebatik memperparah dampak ekonomi dari masuknya barang ilegal. Rian menyoroti bahwa gula dan beras dari Malaysia, yang dijual dengan harga lebih murah, membuat produk lokal kalah bersaing.
"Gula hasil industri kita tidak mampu bersaing, ini berdampak pada petani kita sendiri," katanya.
Lebih jauh, harga ikan dari Malaysia yang jauh lebih murah juga meresahkan nelayan lokal. "Nelayan kita teriak sana-sini karena ikan Malaysia membanjiri pasar dengan harga murah. Ini penetrasi ekonomi yang bisa dikatakan ilegal," ungkap Rian.
Meski konsumen di Nunukan diuntungkan dengan harga murah, dampak jangka panjangnya merugikan sektor pertanian dan perikanan lokal.
Celah Perbatasan dan Lemahnya Sinergi
Rian menilai tanpa PLBN yang berfungsi maksimal, banyak 'celah pintu' di perbatasan yang dimanfaatkan untuk penyelundupan. Ia menyebutkan pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan imigrasi dan bea cukai, tetapi juga membutuhkan sinergi dengan Polairud, TNI AL, dan instansi lainnya.
"Selama ini, barang yang ditangkap adalah yang dibawa keluar Nunukan dalam jumlah besar. Tapi kalau hanya untuk konsumsi lokal, aparat cenderung mentolerir," jelasnya.
Kondisi ini diperparah oleh lemahnya penegakan hukum di perairan dan daratan perbatasan. "Kalau PLBN Sebatik sudah optimal, seharusnya bisa menjadi gerbang resmi untuk perdagangan, menghasilkan devisa dan pajak untuk negara. Sekarang, banyak yang non-pajak karena PLBN belum jalan," tambah Rian.
Dorong Percepatan Fungsi PLBN
DPRD Nunukan terus mendorong pemerintah pusat untuk mempercepat optimalisasi PLBN di Sebatik dan Long Bawan. Rian berharap PLBN dapat menjadi solusi untuk mengatur arus perdagangan lintas batas secara legal, sehingga mengurangi praktik ilegal yang merugikan ekonomi lokal.
"Kami konsisten mendorong agar PLBN digunakan secara maksimal. Pembangunan sudah hampir selesai, tinggal akselerasi penggunaannya," tegasnya.
(sun/des)