Setiap Hari Raya Waisak diperingati, masyarakat Indonesia akan mendapati sejumlah pengumuman resmi dari organisasi-organisasi keagamaan Buddha, baik dari Walubi maupun KASI, yang mencantumkan tahun perayaan dalam dua bentuk, yaitu Masehi dan Buddhist Era (BE). Sebagai contoh, Waisak tahun ini dirayakan pada tahun 2025 Masehi, namun dalam kalender Buddhis, tercantum sebagai 2568 BE.
Bagi banyak orang di luar komunitas Buddhis, mungkin bertanya-tanya apa itu BE? Mengapa angkanya bisa mencapai dua ribu lebih, padahal kita masih di tahun 2025?
Ini bukan sekadar angka, melainkan bagian dari sistem waktu yang memiliki akar historis. Lantas, apa artinya? Simak penjelasan yang disajikan detikKalimantan berikut ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Mula Buddhist Era
BE adalah singkatan dari Buddhist Era, atau dalam bahasa Indonesia disebut Era Buddhis. Sistem ini digunakan umat Buddha di berbagai penjuru dunia sebagai cara menghitung tahun berdasarkan titik awal yang sangat penting dalam sejarah Buddhisme, yaitu wafatnya Siddhartha Gautama, atau lebih dikenal sebagai Buddha Gautama.
Menurut catatan dalam tradisi Theravada yang menjadi aliran utama di kawasan Asia Tenggara, Sang Buddha mencapai Parinibbana (wafat secara spiritual dan fisik sekaligus mencapai Nirwana) pada tahun 543 sebelum Masehi (SM). Inilah momen yang menjadi titik nol penanggalan Buddhist Era. Sejak saat itu, setiap tahun ditandai sebagai BE. Tahun pertama setelah wafatnya Buddha disebut 1 BE, begitu pula seterusnya.
Dengan demikian, untuk mengonversi tahun Masehi ke Buddhist Era, cukup menambahkan 543 tahun.
Contohnya:
- Tahun 2025 M = 2568 BE
- Tahun 2024 M = 2567 BE
- Tahun 2000 M = 2543 BE
Itu mengapa, meski kita berada di abad ke-21 dalam kalender Masehi, umat Buddha merayakan Waisak di tahun BE yang sudah memasuki angka dua ribuan.
Mengapa Buddhist Era Penting dalam Perayaan Waisak?
Waisak bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan hari suci paling agung dalam kalender umat Buddha. Dalam satu hari itu, umat memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha, yaitu:
- Kelahiran Pangeran Siddhartha di Taman Lumbini
- Pencerahan di bawah pohon Bodhi di Bodhgaya
- Parinibbana atau wafatnya di Kusinara
Tiga peristiwa itu dipercaya terjadi pada hari dan bulan yang sama dalam kalender lunar, dan karenanya diperingati secara serentak dalam satu hari raya: Hari Raya Trisuci Waisak.
Maka dari itu, penulisan tahun dalam format Buddhist Era bukan hanya pelengkap atau formalitas belaka, melainkan juga menjadi simbol penghormatan terhadap perjalanan hidup Sang Guru Agung.
Menyebut tahun BE pada peringatan Waisak berarti mengingat bahwa sudah ribuan tahun berlalu sejak Buddha meninggalkan dunia, namun ajarannya tetap hidup, dipraktikkan, dan dijunjung oleh jutaan orang.
Penanggalan yang Menyatu dengan Iman dan Tradisi
Sama seperti umat Islam yang memiliki kalender Hijriyah dan umat Kristen memiliki kalender Masehi berdasarkan kelahiran Yesus Kristus, umat Buddha pun memiliki sistem penanggalan mereka sendiri. Namun yang menarik, Buddhist Era tidak selalu digunakan sebagai kalender utama di semua negara Buddhis.
Di Thailand, kalender resmi negara memang menggunakan BE sebagai sistem utama, tahun 2025 Masehi di sana secara resmi adalah tahun 2568 BE. Bahkan, akta kelahiran, SIM, dan kalender sekolah pun ditulis dengan format itu.
Namun di negara-negara lain seperti Indonesia, Malaysia, atau Singapura, sistem BE lebih umum digunakan dalam konteks keagamaan, bukan administratif. Dalam konteks inilah BE menjadi sangat terasa saat perayaan Waisak, baik dalam pengumuman jadwal puja bhakti, tema perayaan nasional, hingga berbagai spanduk yang menghiasi vihara dan tempat ibadah lainnya.
Bagaimana Buddhist Era Dihitung dan Ditetapkan?
Sistem BE memang berbasis perhitungan tahun, tetapi dalam perayaan Waisak, waktu pelaksanaannya juga sangat dipengaruhi oleh perhitungan kalender lunar. Waisak selalu jatuh pada purnama di bulan Waisakha (biasanya Mei atau Juni), sehingga tanggal Masehinya bisa berubah-ubah setiap tahun. Di sinilah letak kompleksitasnya karena umat Buddha menggabungkan dua sistem, yaitu kalender bulan dan penanggalan BE untuk memastikan hari suci Waisak benar-benar jatuh di saat yang dianggap sakral.
Sebagai contoh, Waisak 2568 BE tahun ini diperingati pada 12 Mei 2025 pukul 08.52 WIB, berdasarkan hasil perhitungan waktu purnama sidhi. Hal tersebut ditentukan oleh organisasi-organisasi keagamaan seperti Walubi dan ditetapkan dalam koordinasi dengan Kementerian Agama RI.
Lebih dari Sekadar Tahun
Ketika umat Buddha menyebut angka 2568 BE, mereka sebenarnya tidak hanya merujuk pada urutan waktu. Ada dimensi spiritual yang sangat dalam. Angka itu menjadi pengingat bahwa:
- Sudah lebih dari dua setengah milenium ajaran Buddha bertahan di dunia.
- Ajaran itu telah melewati zaman kerajaan, penjajahan, revolusi industri, hingga era digital.
- Meskipun Sang Buddha sudah lama wafat, kebijaksanaan dan welas asihnya tetap menjadi cahaya yang membimbing manusia dari penderitaan menuju kedamaian.
Dengan kata lain, Buddhist Era adalah penanda sejarah dan cahaya spiritual dalam satu tarikan napas. Maka dari itu, detikers, BE adalah sesuatu yang cukup sakral bagi umay Buddha.
Buddhist Era mungkin tidak kita temui sehari-hari dalam urusan administrasi atau kalender akademik, tapi bagi umat Buddha, penanggalan ini menjadi penanda warisan spiritual yang tak lekang oleh waktu.
Saat kita membaca tulisan 'Hari Raya Waisak 2568 BE', itu berarti kita sedang berdiri di tengah sejarah panjang aliran ajaran yang lahir lebih dari 2.500 tahun lalu, namun terus mengalir dan memberi makna hingga hari ini.
Itulah arti dari penanggalan BE, semoga bernanfaat.
(sun/sun)