Aliansi Supremasi Sipil Tarakan menyatakan kekecewaan terhadap Ketua DPRD Kota Tarakan yang dinilai tidak responsif terhadap tuntutan mereka. Setelah melayangkan ultimatum 1x24 jam agar Ketua DPRD mengeluarkan surat pernyataan resmi terkait penolakan UU TNI, aliansi ini kembali menemui jalan buntu.
Koordinator Lapangan Aliansi Supremasi Sipil Tarakan Anhari menegaskan pihaknya siap menggelar demonstrasi jilid dua dengan massa lebih besar jika tuntutan mereka terus diabaikan.
"Kami meminta surat pernyataan resmi dari Ketua DPRD sebagai bentuk komitmen terhadap aspirasi kami. Namun, alasan yang diberikan selalu berubah-ubah. Awalnya dikatakan surat tidak bisa keluar karena hari Sabtu dan Minggu, lalu dijanjikan keluar pada Senin, 25 Maret. Tapi saat kami follow-up hari ini, Ketua DPRD beralasan harus ada rapat dengan seluruh anggota dewan terlebih dahulu," ungkap Anhari dengan nada kesal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Anhari, Ketua DPRD seharusnya memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tanpa menunda-nunda proses.
"Kami sudah menyampaikan tuntutan dan masukan, tapi respons yang diberikan justru alasan teknis dan pengalihan tanggung jawab. Ini membuat mahasiswa geram," tambahnya.
Menanggapi sikap DPRD yang dianggap plin-plan, Aliansi Supremasi Sipil Tarakan menggelar rapat konsolidasi pada, Selasa (25/3/2025). Rapat yang dihadiri tujuh perwakilan mahasiswa dari lima lembaga (BEM FKIP, BEM UBT, GMKI, SMI, dan HIMATASE) membahas evaluasi demo pertama serta langkah strategis menuju aksi lanjutan.
Baca juga: Menilik Sejarah Dwifungsi ABRI di Benua Etam |
Hasil konsolidasi menyepakati beberapa poin penting. Pertama, aliansi akan fokus pada penyebaran propaganda untuk membangun kesadaran publik sambil mempersiapkan audiensi terbuka dengan Ketua DPRD.
Kedua, GMKI mengusulkan penambahan isu daerah dalam demo jilid 2 guna memperluas relevansi aksi. Ketiga, mengingat banyak mahasiswa yang akan pulang kampung menjelang Lebaran, demo jilid 2 kemungkinan baru digelar setelah Hari Raya Idulfitri.
"Kami sepakat untuk menunda aksi besar sampai pasca-Lebaran karena banyak teman-teman yang pulkam. Tapi ini bukan berarti perjuangan berhenti. Kami akan gunakan waktu ini untuk memperkuat koordinasi," jelasnya.
Anhari menilai DPRD tidak serius menangani aspirasi rakyat. Anhari menegaskan bahwa jika audiensi terbuka tidak membuahkan hasil, demo jilid 2 akan menjadi tak bisa dihindari.
"Kami beri kesempatan terakhir lewat audiensi. Tapi kalau DPRD tetap berkilah, kami pastikan aksi pasca-Lebaran akan lebih besar dan terorganisir. Tarakan harus mendengar suara kami," tegasnya.
Demonstrasi pertama Aliansi Supremasi Sipil Tarakan digelar untuk menolak UU TNI yang dianggap mengancam supremasi sipil. Namun, lambannya respons DPRD Kota Tarakan kini menjadi pemicu utama kemarahan mahasiswa.
Ketua DPRD Kota Tarakan Muhammad Yunus menanggapi desakan Aliansi Supremasi Sipil Tarakan terkait penolakan UU TNI Nomor 34 Tahun 2024. Ia menyatakan aspirasi mahasiswa telah diteruskan ke Sekretariat DPRD (Sekwan) dan disampaikan ke DPR RI dengan tembusan kepada Pemerintah Provinsi serta Kementerian Dalam Negeri.
Namun, ia menegaskan bahwa keputusan untuk menolak UU tersebut tidak bisa diambil sepihak olehnya, melainkan harus melalui kesepakatan seluruh fraksi di DPRD Kota Tarakan.
"Tugas kami di DPRD hanya menyampaikan aspirasi ke DPR RI. Untuk mengambil keputusan penolakan UU, itu harus diputuskan bersama seluruh anggota fraksi. Kami ini kan lembaga," ujar Muhammad Yunus kepada detikKalimantan, Selasa (25/3/2025).
(des/des)