Warga RT 6 Binalatung, Kelurahan Pantai Amal, Tarakan Timur menggelar aksi protes dengan menanam pohon kelapa di jalan yang rusak dan becek. Kondisi jalan memburuk terutama saat hujan turun, yang membuat warga kesal karena licin dan membahayakan pengguna jalan.
Di tengah adanya jalan yang rusak, muncul dugaan penyalahgunaan anggaran oleh oknum tak bertanggung jawab. detikKalimantan kemudian berbincang dengan seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Warga tersebut mengungkapkan pada Februari 2025, Penjabat (Pj) Wali Kota Tarakan meninjau kawasan Pantai Amal. Dalam kunjungan itu, Pj Wali Kota menyatakan keheranannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa jembatan ini belum dikerjakan, padahal dananya sudah cair pada November 2024 dan sudah dikirim ke nomor rekening Azlina sebagai bendahara cadangan," terang warga tersebut, Minggu (23/3/2025).
Menurut warga tersebut, dana itu awalnya diajukan Asosiasi Rumput Laut dan ditransfer ke bendahara cadangan mereka, Nur Azlina. Namun, ia menyebut ada kejanggalan karena bendahara utama tidak difungsikan dan tidak mengetahui soal dana itu.
"Salahnya Azlina, saat dana cair pada November 2024, kenapa tidak memberitahu atau transparan kepada penghuni grup tersebut. Baru setelah Pj Wali Kota meninjau jembatan pada Februari 2025, Aslina mengaku," ujar warga tersebut.
Kekecewaan wargamemuncak hingga mereka menanam pohon kelapa sebagai bentuk protes. Warga tersebut mengaku mendapat informasi dana masuk sebesar Rp 140 juta. Setelah dikonfirmasi, Azlina membenarkan adanya dana Rp 100 juta yang diklaim akan digunakan untuk perbaikan jembatan jika jalan rusak.
"Dana itu dimasukkan ke Asosiasi Rumput Laut, tapi saya tidak tahu asal-usulnya. Itu kata Pj Wali Kota," tambahnya.
Tanggapan Asosiasi dan Bendahara
Ketua Asosiasi Rumput Laut Pantai Amal (ARPL), Hamzah menjelaskan bahwa perbaikan dua jembatan di RT 6 dan RT 16 sudah dilakukan pada Juli 2024 menggunakan dana kas asosiasi. "Uang penggantinya cair pada Desember 2024 dari Pj Wali Kota. Itu kami gunakan sekarang untuk kas perbaikan jalan jika rusak," ujarnya.
Menurut Hamzah, saat jalan berlumpur, warga meminta penimbunan, dan pihaknya menyediakan tanah untuk itu. "Soal transparansi, kami sudah rapat di kantor lurah dan jelaskan semuanya," tegasnya.
Sementara itu, bendahara ARPL Nur Azlina membenarkan bahwa sebelum dana pengganti cair, asosiasi menggunakan dana swadaya untuk memperbaiki jembatan di RT 6 yang sudah tak bisa digunakan.
"Saat Pj Wali Kota tinjau jembatan kedua di RT 16, beliau bilang kondisinya darurat. Kami pakai dana asosiasi dulu karena ada janji penggantian," ungkapnya.
Azlina menambahkan, pada Desember 2024, dana pengganti sebesar Rp 100 juta cair setelah pengurusan ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Tarakan. Namun, ia mengakui ketua asosiasi belum menginformasikan ke anggota karena sedang sakit.
"Bulan Februari, saat peninjauan, yang rusak bukan jembatan, tapi bagian jalan yang mau longsor. Itu bukan dari RAB kami. Masa longsor kami tanggung pakai kas?" ujarnya.
Dana Ditahan hingga Pemeriksaan BPK
Azlina juga menjelaskan, setelah rapat di kantor kelurahan dan DPUPR pada awal Maret 2025, disepakati dana pengganti tidak digunakan sebelum ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ketika jalan rusak dan mau longsor, warga minta timbunan. Kami beli pasir pakai kas asosiasi, bukan dana yang disimpan itu," tutupnya.
(sun/des)