Sebanyak 605 kandidat atau 19,5 persen kandidat Pilkada 2024 terindikasi berasal dari politik dinasti. Hal ini berdasarkan hasil penelitian tiga lembaga yakni PolGov Fisipol UGM, Election Corner Fisipol UGM, dan IFAR Unika Atma Jaya.
Hasil penelitian itu kemudian disampaikan dalam acara Media Briefing 'Politik Dinasti dalam Pilkada 2024' yang disiarkan secara daring, Rabu (20/11/2024). Peneliti PolGov Fisipol UGM Amalinda Savirani mengungkapkan proses demokrasi di Indonesia diwarnai politik dinasti.
"Dinasti politik itu adalah fenomena yang tak terelakkan dalam demokrasi elektoral di Indonesia," kata Amalinda, Rabu (20/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bilang dari data yang dia kumpulkan, ada peningkatan jumlah politisi berlatar belakang dinasti yang berkuasa di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota dalam 14 tahun terakhir.
"Dari 2010 sempat turun, naik lagi di 2015 (ada) 57 (jumlah politisi dinasti di eksekutif). Turun lagi 25 (jumlah politisi dinasti di 2017), naik lagi (di 2018) 55 dan terakhir di 2020 72 wilayah yang memiliki politik dinasti," urainya.
Sementara itu, peneliti IFAR Unika Atma Jaya, Yoes Kenawas menambahkan, dari hasil penelitian dalam Pilkada 2024, terdapat ratusan kandidat yang terindikasi lahir dari rahim politik dinasti.
"Temuan kami yang pertama ada 605 kandidat dinasti dalam Pilkada 2024," kata Yoes.
Dia memerinci dari 605 kandidat yang terindikasi bagian politik dinasti, 384 kandidat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sementara 221 mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah.
"Jumlah total paslon ada 1.553 pasangan atau kalau kita kalikan 2 ada 3.106 individu. Jadi persentase politisi dinastinya kelihatannya kecil hanya 19,5 persen memang dari keseluruhan kandidat yang mencalonkan diri di dalam Pilkada 2024," katanya.
Meski tampak kecil, namun dia menyebut jumlah kandidat dari politisi dinasti ini mengalami kenaikan. Hal itu berdasarkan data Pemilu tahun 2017, 2018, dan 2020. Di mana dari tiga kali Pemilu itu total politisi dinasti yang berkompetisi sebanyak 306 pasangan.
"Tapi yang jadi masalah adalah kandidat dinasti (politik) yang berkompetisi di Pilkada 2024 hari ini naik hampir dua kali lipat dibandingkan gelombang pemilu serentak sebelumnya," urainya.
"Kalau semuanya ini digabung jumlah pilkada di tiga tahun ini digabung itu akan sama dengan yang kita lakukan pada tahun ini dan jumlah politisi dinastinya hanya 306. Hari ini 605, artinya naiknya hampir dua kali lipat," imbuhnya.
Yoes bilang, dari data tersebut, kemungkinan besar Indonesia sudah darurat politik dinasti.
"Jadi kalau boleh dibilang mungkin Indonesia memang udah darurat (politik) dinasti pada hari ini," tegasnya.
Dia khawatir dengan terus meningkatnya kandidat yang berasal dari dinasti politik tertentu ke depan pertumbuhannya makin tak terbendung.
"Yang saya khawatirkan ke depannya di 2029, 2034, jumlah ini kalau tidak ada perubahan signifikan akan terus bertambah dan jangan-jangan kita akan mengikuti jejak Filipina," katanya.
Temuan lain, praktik kandidat yang berasal dari politik dinasti tersebar di 65,59 persen daerah yang menyelenggarakan Pilkada tahun ini. Rinciannya tersebar di 28 pemilihan gubernur dan 324 pemilihan bupati/wali kota.
"Jadi dari sekitar 545 provinsi, kabupaten, kota yang menyelenggarakan Pilkada tahun 2024, mereka ini sudah menyebar di 65,59 persen (daerah yang mengadakan pilkada). Jadi kalau kita lihat dari tahun-tahun sebelumnya itu nyebar kayak kanker, pelan-pelan," ucapnya.
Lebih lanjut, dari analisisnya kenaikan jumlah politisi dinasti di Indonesia disebabkan banyaknya kepala daerah yang sudah 2 periode. "Maka langkah logis berikutnya untuk tetap berkuasa atau bertahan itu mempromosikan anggota keluarganya untuk menggantikan dia untuk dikader dulu, dalam artian dijadikan wakil dulu," sebutnya.
Selain itu, biaya politik yang mahal juga jadi salah satu pemicu munculnya politik dinasti di Indonesia. Dia juga melihat pemilih Indonesia cenderung toleran terhadap politik dinasti. Di samping pencalonan di tingkat partai juga tidak transparan.
"Ini tidak baik untuk iklim demokrasi Indonesia ke depannya," pungkas dia.
(afn/rih)