Ketua DPC PKB Bantul sekaligus bakal calon bupati, Abdul Halim Muslih menanggapi langkah Ketua DPC Demokrat Bantul, Rony Wijaya Indra Gunawan yang meninggalkan PKB dan menjadi Cawabup dari PDIP. Halim menilai semua itu bukan dirinya yang menentukan.
Halim mengatakan, perginya Demokrat dari PKB merupakan dinamika politik jelang Pilkada serentak 2024. Selain itu, Halim mengaku semua keputusan berasal dari partai.
"Karena dinamika politik itu menyangkut orang banyak dan bukan saya yang menentukan," katanya kepada wartawan, Jumat (23/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti halnya, untuk menentukan siapa cabup-cawabup yang diusung PKB harus melalui penggodokan tim 9, mulai di tingkat DPC, DPW hingga DPP yang akhirnya mengeluarkan surat rekomendasi. Pasalnya, rekomendasi pilkada harus selaras dengan rekomendasi partai koalisi.
"Jadi partai yang melakukan verifikasi dan komunikasi antar partai di tingkat pusat. Karena akhirnya kalau merekomendasikan si A dan B, maka mitra harus merekomendasikan si A dan B juga," ujarnya.
Oleh sebab itu, Halim menilai apa yang terjadi saat ini sesuatu yang lumrah. Menurutnya, dinamika politik seperti ini akan selesai pasca pendaftaran paslon ke KPU Bantul.
"Semua dinamika akan berhenti saat pendaftaran ke KPU dimulai," ucapnya.
Sebelumnya, calon wakil bupati (Cawabup) dari PDIP, Rony Wijaya Indra Gunawan mengungkapkan alasannya mendampingi Joko B. Purnomo sebagai calon bupati (Cabup) dari partai berlambang banteng. Menurutnya semua itu karena PKB mengingkari MoU dengan Demokrat Bantul.
"Ya namanya konstelasi politik kita mengambil mana yang langkah cepat," Rony kepada wartawan, Jumat (23/8).
Ketua DPC Demokrat Bantul ini melanjutkan, penentuan langkah tersebut tetap memperhitungkan kekuatan. Selain itu, Rony mengungkapkan alasan lain adalah MoU antara PKB Bantul yang berujung tidak sesuai harapan.
"Kita seperti itu kan ternyata diingkari PKB sendiri, MoU dari Pak Halim," ucapnya.
(apl/ahr)