Curhat dengan artificial intelligence (AI) seperti Chat GPT makin populer di kalangan anak muda. Aman nggak sih?
Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), dr Kristiana Siste, ikut menyoroti fenomena ini terutama terkait kondisi mental.
Dia mengatakan mengingatkan praktik ini berisiko menyesatkan, karena AI tidak dirancang untuk menegakkan diagnosis klinis. Hal yang dimaksud termasuk mencari tahu kepribadian hingga dugaan gangguan mental.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"AI ini kan sering kali digunakan oleh gen Z dan gen Alpha untuk menanyakan 'Aku kepribadiannya apa? Introvert atau extrovert? Aku depresi nggak sih?'" ujar dr Siste, di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
dr Siste menilai fenomena menjadikan AI sebagai tempat bercerita muncul salah satunya karena masalah komunikasi di dalam keluarga. Kini justru banyak anak muda lebih nyaman berbagi keluhan kepada chatbot dibanding orang tua atau orang terdekat.
AI memang dapat menjadi alat skrining awal, termasuk untuk mendeteksi kecanduan internet, game, dan judi online. Namun hasil yang diberikan seringkali keliru.
Bagaimanapun, tak direkomendasikan melakukan diagnosis tanpa ahli terlebih menggantungkan dengan AI. Sebab, AI sering kali berlebihan, atau tidak sesuai konteks.
Risiko Self-Diagnosis
Fenomena pengguna yang memposting hasil 'diagnosis' dari AI ke media sosial lalu melakukan self-treatment tanpa berkonsultasi dengan tenaga profesional juga berbahaya.
Praktik tersebut dinilai berbahaya karena dapat memperburuk kondisi kesehatan mental karena gejala yang terlihat serupa seringnya memiliki penyebab berbeda dan memerlukan penanganan medis.
dr Siste juga khawatir bila anak muda makin menarik diri dari lingkungan karena merasa nyaman berteman dengan AI. Menurutnya, harus ada batasan dalam penggunaan AI dengan menempatkannya hanya sebagai alat pendukung.
AI bukan pengganti tenaga kesehatan profesional. Dia berharap orang tua di rumah bisa memiliki perhatian terhadap hal ini.
"AI bagus jika digunakan bersama-sama oleh keluarga. Orang tua harus mengerti dulu lalu mengajak anaknya berinteraksi bersama," tegasnya.
(afn/ams)












































Komentar Terbanyak
Underpass Kentungan Banjir, Ternyata Ini Biangnya
SE PBNU: Gus Yahya Tak Lagi Berstatus Ketum Per Hari Ini
KAI Bantah Pecat Pegawai gegara Tumbler Penumpang Hilang di KRL