Presiden Prabowo Subianto menjanjikan bantuan seribu burung hantu untuk melawan hama tikus ke petani di Majalengka. Guru besar Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM, Prof Witkaksono, mempertanyakan keefektifan penggunaan burung hantu untuk mengatasi hama tikus.
"Saya malah kaget, kalau ada rencana Pak Prabowo mau meng-introduksi apa, secara besar-besaran burung hantu itu," kata Witjaksono saat dihubungi wartawan, Selasa (8/4/2025).
Dia menjelaskan pada dasarnya pemanfaatan burung hantu untuk pengendalian tikus sudah ada sejak lama, baik untuk tanaman sawit maupun padi. Dia tak menampik jika di beberapa daerah penggunaan burung hantu sukses menghilangkan tikus. Namun, hal itu perlu penelitian lebih lanjut.
"Tapi memang di beberapa tempat, seperti informasi yang saya peroleh itu di Demak itu juga ada satu kecamatan yang sudah mapan penggunaan burung hantunya, dan di sana tikus nggak masalah," ujarnya.
Sepanjang penelitiannya, penggunaan burung hantu dinilai masih kurang efektif untuk pengendalian hama tikus di sawah. Beda halnya dengan di lahan sawit.
"Penggunaan burung hantu itu efektif untuk di kelapa sawit tapi kalau untuk di sawah padi, mungkin saya agak berbeda dengan teman-teman yang mensupport penggunaan burung hantu untuk di sawah padi. Karena sepanjang survei saya penelitian saya, burung hantu kalau untuk mengendalikan sawah itu kurang begitu efektif," jelas dia.
Alasannya, tikus memiliki kebiasaan berjalan di pinggir-pinggir pematang sawah. Hal itu bisa dilihat dari bekas serangan tikus di sawah yang menyisakan bagian pinggir dekat pematang sawah.
"Itu memang perilaku tikus itu seperti itu jadi melipir. Nah, itu bisa kita lihat juga kalau di sawah, padi Itu kalau tikus itu menyerang padi tanaman padi itu dia selalu menyisakan bagian pinggir-pinggir padi itu. Padi-padi yang di bagian pinggir itu tidak dimakan," katanya.
Witjaksono menyebut hal itu merupakan naluri tikus agar tak terlihat oleh predator. Di sisi lain juga membuat tikus terlindungi dari serangan musuh.
"Maka dia secara insting dia menyisakan padi-padi yang di pinggir itu tidak dia makan karena itu untuk perlindungan dia. Dia memakan yang padi-padi bagian tengah. Kemudian nanti dia kembali ke pinggir," kata dia.
Berdasar hal itu, dia mengatakan penggunaan burung hantu menjadi kurang efektif. Sebab, tikus masih bisa bersembunyi di bawah batang padi dan burung hantu menjadi kesulitan menangkap tikus.
"Nah, kalau ini kemudian menggunakan burung hantu untuk mengendalikan tikus sawah dengan perilaku yang seperti itu bahwa dia bisa sembunyi di bawah batang-batang padi, kan kurang efektif karena burung hantu tidak akan mungkin, burung hantu tidak mungkin nyasak-nyasak ke batang padi itu, masuk-masuk itu tidak mungkin," jelas dia.
Di sisi lain, dia juga melihat perilaku burung hantu yang tidak memakan habis tikus yang dimangsa dan menjatuhkannya di sarang. Selain itu, burung hantu cenderung memuntahkan hasil buruannya. Dari situ, kemudian bisa dilihat berapa jumlah burung hantu yang memangsa tikus.
"Kita bisa melakukan evaluasi apakah burung hantu itu banyak memakan tikus atau tidak dari bekas-bekas tikus yang dimakan itu. Sepanjang penelitian kami, saya tidak melihat hubungan yang terlalu erat antara jumlah tikus di sawah dengan jumlah tikus yang berhasil dimakan oleh burung hantu yang dilihat dari sisa-sisa tikusnya, kurang signifikan. Tikusnya banyak, tapi yang dimakan tidak banyak," jelas dia.
(ams/apu)