Ada berbagai profesi dalam daftar pahlawan nasional yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya ialah sosok dokter bernama Wahidin Soedirohoesodo, pahlawan nasional dari Jogja.
Wahidin Soedirohoesodo ialah pahlawan nasional yang lahir di Jogja, tepatnya di kecamatan Mlati pada 7 Januari 1852. Wahidin Soedirohoesodo terkenal karena perannya dalam organisasi Budi Utomo dan merupakan penggagas berdirinya organisasi yang dibentuk oleh para pelajar STOVIA.
Mengutip buku 'Wahidin Soedirohoesodo Sang Dokter Bangsa' karya Yayan Rika Harari, berikut biografi Wahidin Soedirohoesodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendidikan Wahidin Soedirohoesodo
Wahidin Soedirohoesodo lahir di Mlati, Jogja pada 7 Januari 1852. Dia putra dari Arjo Sudiro dan memiliki seorang kakak perempuan. Keluarga Pak Arjo cukup terpandang di desanya, bukan mengenai kekayaan melainkan pendapatnya mengenai pendidikan. Wahidin kecil belajar di Sekolah Dasar Angka Loro.
Wahidin melanjutkan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi, yaitu di Sekolah Rakyat Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School-ELS. Kemudian Wahidin melanjutkan pendidikannya di Tweede Europese Lagere School hingga mendapatkan predikat terbaik.
Wahidin remaja masih tetap ingin melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi. Wahidin melanjutkan sekolahnya ke Batavia di Sekolah Dokter Jawa. Saat itu dia merupakan anak desa pertama yang bisa belajar di sekolah tersebut. Karena kepandaiannya Wahidin diangkat menjadi asisten guru sehingga dapat lebih memperdalam ilmu kedokterannya.
Dokter Wahidin yang Murah Hati
Wahidin memutuskan berhenti menjadi asisten guru dan kembali ke Jogja untuk bekerja sebagai pegawai kesehatan pemerintah kolonial. Sebagai dokter, Wahidin dikenal murah hati, lembut, dan ramah. Dalam pekerjaannya beliau tidak memungut biaya untuk pengobatan.
Tidak hanya mengenai pengobatan, Wahidin dikenal sebagai dokter yang bijaksana. Hal tersebut membuat banyak orang datang untuk meminta nasihat, tidak sebatas masalah kesehatan, ada juga masalah rumah tangga, perselisihan, dan lainnya.
Karena prinsip itulah membuat ia menggunakan nama tambahan 'Soedirohoesodo'. Nama Sudira memiliki arti tangguh dan Husda berarti mengobati atau merawat. Maka, Soedirohoesodo artinya tangguh dalam mengobati.
Mempelopori Gerakan Pendidikan dan Kebangsaan
Wahidin prihatin melihat penderitaan dan keterpurukan bangsanya, maka ia melakukan aksi untuk memperjuangkan dua hal yaitu memberikan pendidikan sebaik-baiknya kepada masyarakat dan menggugah kesadaran kebangsaan masyarakat. Aksi tersebut diawali dengan membuat majalah berkala yaitu Retno Dhoemilah pada Mei 1895.
Dari majalah tersebut Wahidin dapat menyuarakan kepentingan bangsanya. Sehingga beliau sering menyebarkan pemikirannya mengenai pendidikan dan kebangsaan. Tak hanya majalah Retno Dhoemilah, beliau juga menerbitkan majalah Goeroe Desa yang berisi pengetahuan mengenai pertanian dan kesehatan.
Aksi langsung Wahidin pada majalah dirasa kurang, sehingga pada November 1906 Dokter Wahidin Soedirohoesodo memutuskan berkeliling Pulau Jawa sendirian. Pada akhir tahun 1907 Dokter Wahidin singgah di sekolahnya dulu, Sekolah Dokter Jawa yang kemudian berganti nama menjadi STOVIA.
Wahidin mengadakan pertemuan dan para siswa sangat tergugah dari cerita Wahidin. Hingga akhirnya karena semangat itu mereka mendirikan sebuah organisasi pemuda Jawa yang kemudian dinamakan Budi Utomo.
Peran dalam Budi Utomo
Wahidin Soedirohoesodo merupakan tokoh yang mengilhami lahirnya Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Meskipun beliau bukan termasuk dalam pendiri, namun beliau memiliki peran yang sangat penting di dalamnya.
Nama Budi Utomo berarti pikiran dan segenap daya upaya yang luhur. Organisasi ini memiliki tujuan untuk meringankan beban perjuangan bangsa Jawa dan memajukan pendidikan serta kerohanian.
Terwujudnya Lembaga Beasiswa (Studiefonds)
Dengan dukungan Budi Utomo, gagasan lama Dokter Wahidin untuk mendirikan lembaga beasiswa itu terus diperjuangkan. Usaha itu dijadikan sebagai salah satu program Budi Utomo. Hingga akhirnya Budi Utomo mendirikan Darmawara sebagai lembaga yang mengurusi beasiswa.
Warisan Wahidin Soedirohoesodo
Usianya semakin lanjut, tetapi Dokter Wahidin terus aktif dalam dunia pergerakan nasional. Dia tak kenal lelah, terus berusaha dengan berbagai cara untuk memajukan pendidikan kaum bumiputra, termasuk mendirikan Darmawara. Pada tahun 1914, berkat usahanya yang gigih, Darmawara mendapat pengakuan resmi dari pemerintah kolonial.
Hingga umur 65 tahun, Dokter Wahidin masih semangat berjuang. Namun pada 26 Mei 1917 ia tutup usia dan dimakamkan di desanya, Mlati, Sleman Yogyakarta. Karena jasanya sebagai pelopor pergerakan nasional, Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.
Nah, itulah biografi Wahidin Soedirohoesodo, sosok dokter yang berjasa bagi bangsa Indonesia. Semoga dapat menjadi teladan ya, Dab!
Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Meisya peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/apl)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM