Banyu Kuning merupakan sebuah sumber mata air unik yang terletak di Desa Krondonan, Kecamatan Gondang, di sela rimbunnya lereng Gunung Pandan. Keberadaannya kerap menimbulkan rasa ingin tahu, terutama karena tampilan endapan berwarna kekuningan yang melekat pada batu-batu di sekitar titik keluarnya air. Endapan tersebut membuat air tampak seolah-olah berwarna kuning, meskipun sejatinya air yang mengalir tetap bening dan jernih.
Dalam beberapa tahun terakhir, Banyu Kuning sempat menjadi sorotan karena dinilai memiliki potensi sebagai kawasan geoheritage, sekaligus peluang pengembangan wisata alam berbasis edukasi yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi warga setempat. Keunikan geologis yang dimiliki menjadikan lokasi ini tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga bernilai ilmiah.
Meski akses menuju titik mata air memerlukan usaha lebih-melalui jalan setapak berbatu dan tanjakan dari kawasan permukiman-Banyu Kuning menawarkan kombinasi lanskap perbukitan yang alami, debit air yang relatif tinggi, serta ciri khas mineral yang mudah dikenali. Sumber air ini cukup populer di kalangan warga lokal maupun pelancong domestik yang mencari pengalaman wisata alam yang berbeda dari destinasi pantai atau air terjun pada umumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul Nama dan Fenomena Warna Kuning
Banyu Kuning dikenal sebagai destinasi yang menarik dan patut disambangi, terutama bagi pencinta wisata alam dan geologi. Lokasi unik ini berada di tepi sungai, tepatnya di wilayah Desa Krondonan, Kecamatan Gondang. Salah satu daya tarik utama Banyu Kuning adalah sumber mata airnya yang memiliki suhu relatif hangat, berbeda dengan mata air pegunungan pada umumnya.
Meski sekilas tampak berwarna kuning, air yang mengalir di Banyu Kuning sebenarnya bening dan jernih. Fenomena visual inilah yang kerap memunculkan rasa penasaran di kalangan pengunjung. Banyak wisatawan awalnya mengira warna kuning berasal dari air itu sendiri, padahal penyebabnya berasal dari kondisi batuan di sekitarnya.
Dilansir dari laman resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bojonegoro, penampakan air yang terlihat berwarna kuning merupakan hasil dari fenomena alam pada batuan di area sumber mata air. Warna kuning mencolok tersebut disebabkan oleh lapisan endapan yang menyerupai lumpur dan melekat kuat pada permukaan batuan yang dilalui aliran air.
Endapan inilah yang menciptakan ilusi optik, seolah-olah air Banyu Kuning memiliki rona kekuningan. Padahal, yang berubah warna adalah batuan dan endapan mineralnya, bukan airnya. Fenomena ini menjadi ciri khas sekaligus identitas alamiah Banyu Kuning.
Mengingat keunikan geologis dan karakteristik alaminya, Banyu Kuning dinilai memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Lokasi ini bahkan sedang diperhitungkan untuk ditetapkan sebagai kawasan geoheritage atau geopark. Penetapan tersebut menunjukkan bahwa Banyu Kuning tidak hanya dipandang sebagai objek wisata semata, tetapi juga sebagai warisan geologi yang memiliki nilai penting bagi penelitian, pendidikan, dan upaya konservasi alam.
Baca juga: Serba-Serbi Masjid An Nahdla Bojonegoro |
Sumber Panas dan Kandungan Air Banyu Kuning
Sumber mata air panas yang dikenal dengan nama Banyu Kuning dicirikan oleh endapan mineral yang kaya akan zat besi (ferum) serta belerang dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Kandungan mineral inilah yang menyebabkan warna kekuningan pada batuan di sekitar sumber air, sekaligus memunculkan aroma khas yang sering dijumpai pada kawasan dengan aktivitas panas bumi.
Ilustrasi Panas Bumi (bukan lokasi sebenarnya) Foto: Sudirman Wamad |
Bagi masyarakat setempat, kandungan mineral tersebut dipercaya menjadi kunci khasiat penyembuhan air Banyu Kuning. Secara turun-temurun, warga lokal meyakini bahwa air ini efektif untuk membantu mengatasi berbagai penyakit kulit, seperti gatal-gatal dan masalah dermatologis lainnya. Oleh karena itu, Banyu Kuning tidak hanya berfungsi sebagai objek wisata, tetapi juga memiliki peran penting dalam praktik pengobatan tradisional masyarakat sekitar.
Keberadaan air panas di kawasan ini bukanlah fenomena alam biasa. Air Banyu Kuning merupakan manifestasi dari aktivitas panas bumi (geothermal) yang terjadi di bawah perbukitan Gunung Pandan. Fakta ini diperkuat oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh akademisi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta.
Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa suhu air di kawasan Banyu Kuning tergolong cukup tinggi, yakni mencapai sekitar 40 derajat Celsius. Suhu ini menunjukkan adanya aliran panas dari dalam bumi yang memengaruhi karakteristik air, sehingga menguatkan dugaan bahwa Banyu Kuning merupakan bagian dari sistem panas bumi di wilayah tersebut.
Meski memiliki khasiat terapeutik dan kandungan mineral yang unik, status Banyu Kuning sebagai manifestasi panas bumi memiliki konsekuensi penting bagi pengunjung. Berdasarkan sifat dan sumbernya, air di kawasan wisata ini tidak layak dan tidak aman untuk dikonsumsi atau diminum. Informasi ini menjadi krusial agar wisatawan tidak salah kaprah dalam memanfaatkan air, dan hanya menggunakannya untuk keperluan luar seperti berendam atau membasuh bagian tubuh tertentu.
Banyu Kuning bukan sekadar daya tarik visual karena warna endapannya yang unik. Sumber mata air ini merupakan titik temu antara ilmu geologi, kearifan lokal, dan potensi ekonomi komunitas. Dengan pengelolaan yang tepat, Banyu Kuning dapat dikembangkan sebagai wisata edukasi berbasis alam yang menempatkan konservasi sebagai prioritas utama.
Pemberdayaan masyarakat sekitar juga menjadi kunci agar pengembangan wisata tidak merusak keseimbangan lingkungan. Melalui pengelolaan berkelanjutan, Banyu Kuning berpotensi menjadi contoh bagaimana kawasan perbukitan dengan kekayaan geologi dapat dimanfaatkan secara bijak, sekaligus memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal dan generasi mendatang.
Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/ihc)












































