Sejak diubah menjadi destinasi wisata bertema tempo dulu, kampung ini telah memikat banyak wisatawan untuk berkunjung. Tempat yang awalnya dikenal kumuh, kini telah bertransformasi menjadi wisata heritage yang menoreh banyak prestasi.
Salah satunya mendapat nominasi desa wisata terbaik dari Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2023, yang masuk dalam 75 besar.
Pengelolaan kampung ini tidak lepas dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kajoetangan. Pokdarwis Kajoetangan telah berdiri sejak 2018 yang diinisiasi oleh masyarakat setempat. Dengan mengusung visi misi "Merawat Kampung Melalui Pariwisata".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya sebatas memajukan pariwisata, tujuan dibentuknya yakni untuk mensejahterakan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran dalam merawat kampung.
"Kalau memang kampung itu dianggap penting, berarti harus lestari. Lestari itu butuh modal juga. Kalau rasa memilikinya tinggi harus ada keinginan melestarikan lingkungannya, dan paling penting itu ngopeni wong kampung e (mengayomi orang kampung), karena itu bagian yang tidak bisa dipisahkan," kata Divisi Sumberdaya dan Pemasaran Kajoetangan, Rodi kepada detikJatim, Senin (29/9/2025).
"Jadi ada tiga hal, people dimaknai mensejahterakan masyarakat, planet itu merawat lingkungan, profit itu bonusnya biar berkelanjutan," lanjutnya.
Berkat kerja keras mengelola, Pokdarwis Kajoetangan berhasil meraih nominasi sebagai 'POKDARWIS Terbaik' dari Wonderful Indonesia Awards (WIA) 2025, yang diinisiasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tentu hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pokdarwis Kajoetangan dan masyarakat setempat. Mengingat, seluruh elemen terlibat dalam pengembangan wisata kampung ini.
"Pasti bangga karena ini kerja keras kita bersama. Kalau ngomongin Pokdarwis itu gak spesifik struktural saja, tapi semua masyarakat Kajoetangan yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung," tambah Rodi.
Meski keberhasilan itu tidak terlepas dari tantangan mereka dalam menumbuhkan kesadaran kolektif dari masyarakat maupun wisatawan, agar tergerak untuk sama-sama menjaga dan melestarikan.
"Banyak upaya pasti, kami rutin mengadakan pertemuan mingguan, ada juga pertemuan bersama masyarakat dan stakeholder terkait. Wadah berembuk kita di situ. Pokdarwis ini yang diamanahi menjadi fasilitator. Sebagai jembatan ke masyarakat atau ke wisatawan. Merawat kampung melalui pendekatan pariwisata," terang Rudi.
Saat ini pihaknya tengah berupaya mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dengan menginisiasi pembuatan kue jadul Ontbijtkoek (Ombikuk) dari Belanda. Kue itu telah ada sejak masa kolonial abad ke 16. Upaya ini dilakukan untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat Kajoetangan dan menjadikannya sebagai jajanan oleh-oleh khas kampung heritage ini.
"Jajanan itu kita gali kembali, kita kerja sama dengan kampus untuk memasarkan. Akhirnya sekarang kita punya jajan oleh-oleh Ontbijtkoek itu. Sebenarnya udah lama, tapi kalau penjualan yang benar-benar ada kemasan itu baru-baru ini," ujar Rodi.
Ia menyebut, dalam pengembangan usaha ini tidak mudah. Berawal dari pencarian literatur hingga melakukan banyak pelatihan kepada ibu-ibu untuk mendorong proses produksi. Untuk saat ini penjualan di luar Malang masih sistem Pre-Order.
"Kalau offline datang ke kampung kami. Kami dapat pesenan dari Jakarta meski, ya, masih temennya temen. Transformasi untuk siap ke industri itu kan harus step by step karena kan dari warga kampung," tutur Rodi.
Pihaknya berharap kampung wisata Kajoetangan bisa semakin maju dan terus bertahan. Ia juga tak lagi fokus menggelar event di Kajoetangan, ia lebih memilih untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Kajoetangan, agar maksimal dalam melayani wisatawan serta melahirkan produk-produk baru di Kajoetangan.
"Konsen kami di situ, karena harus naik kelas. Kalau event itu kan ya untuk branding, kalau sekarang, ya, mempertahankan dan mengembangkan, lahir oleh-oleh itu," pungkas Rodi.
(irb/hil)