Penataan Jalur Kaldera Bromo Disepakati Sesuai Kearifan Lokal

Penataan Jalur Kaldera Bromo Disepakati Sesuai Kearifan Lokal

Muhammad Aminudin - detikJatim
Jumat, 12 Sep 2025 11:32 WIB
Wisata Gunung Bromo.
Gunung Bromo (Foto: Dok. Esti Widiyana/detikJatim)
Malang -

Jalur Lingkar Kaldera Tengger (JLKT) tengah dilakukan penataan. Kearifan lokal menjadi prioritas utama untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian alam dan budaya lokal.

Kesepakatan itu muncul dalam Focus Group Discussion (FGD) antara Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru bersama para tokoh masyarakat Tengger. Di mana secara khusus membahas Jalur Lingkar Kaldera Tengger.

Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha mengatakan, penataan JLKT difokuskan untuk tetap menjaga keutuhan ekosistem kawasan. Sekaligus memastikan bahwa jalur wisata tidak mengganggu nilai spiritual maupun tradisi masyarakat lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tokoh Budaya Tengger menyepakati bahwa perlu menjaga keutuhan ekosistem yang diwujudkan dalam rencana penataan JLKT yang terintegrasi dengan penataan zonasi TNBTS," kata Rudijanta kepada wartawan, Jumat (12/9/2025).

ADVERTISEMENT

"Sehingga terjalin sinergi dengan kearifan lokal serta fungsi situs sakral masyarakat Tengger dan lokasi atau titik-titik keberadaannya," sambungnya.

Rudijanta menjelaskan, penataan JLKT didorong oleh beberapa faktor yang kini menjadi perhatian bersama.

Salah satunya adalah meningkatnya potensi wisata massal di kawasan Laut Pasir dan savana yang dikhawatirkan akan berdampak pada kerusakan lingkungan serta terganggunya situs budaya.

Sementara potensi kunjungan wisata yang tinggi dianggap dapat mengakibatkan degradasi sumber daya alam. Selain dapat membawa dampak terganggunya ekosistem, serta rusaknya habitat flora endemik seperti Anggrek Tosari (Habenaria tosariensis) dan Suket Melelo (Styphelia javanica).

"Juga dapat menyebabkan rusaknya habitat fauna endemik Ular Bhumi Tengger (Tetralepis fruhstorfen)," beber Rudi.

Selain aspek lingkungan, lanjut Rudijanta, kekhawatiran juga muncul terhadap kemungkinan rusaknya titik-titik yang disakralkan oleh masyarakat Tengger.

Di sisi lain, keamanan dan kenyamanan wisatawan juga menjadi pertimbangan penting dalam penataan ini. Keberadaan warung dan pedagang kaki lima (PKL) yang tidak tertata dianggap perlu ditata ulang agar lebih selaras dengan wajah kawasan konservasi.

Rudijanta menegaskan bahwa penataan JLKT bukan berarti pembangunan fisik atau jalan baru, melainkan pengelolaan jalur secara fungsional dan berwawasan konservasi.

"Tidak mengganggu nilai spiritual dan keberlangsungan budaya masyarakat Tengger dapat berjalan selaras antara pelestarian alam dan pengembangan pariwisata berkelanjutan (ekowisata) untuk empat kabupaten lingkup TNBTS," ujar Rudi.

Sejumlah poin penting yang menjadi hasil kesepakatan FGD di antaranya adalah penataan jalur kendaraan wisata agar tidak merusak situs sakral dan ekosistem, pengaturan ulang PKL melalui relokasi ke rest area, serta penyediaan sarana air bersih dan sumur resapan.

Sementara itu, dalam pelaksanaan ritual keagamaan seperti Yadnya Kasada, seluruh peserta tetap akan berjalan kaki dari Pura Luhur Poten ke puncak Kawah Bromo.

Hal-hal lain yang juga menjadi perhatian termasuk jaminan ketersediaan air untuk ritual dari sumber Widodaren dan Jantur, pengelolaan sampah dan air limbah, hingga pengaturan kuota pengunjung untuk kegiatan piknik.

Penataan juga mencakup penyediaan jalur khusus untuk ritual dan motor masyarakat, serta lokasi foto, area pejalan kaki, tempat parkir jip, dan fasilitas darurat lainnya.




(mua/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads