Makam Sunan Drajat Cocok untuk Wisata Religi Saat Libur Idul Adha

Makam Sunan Drajat Cocok untuk Wisata Religi Saat Libur Idul Adha

Allysa Salsabillah Dwi Gayatri - detikJatim
Sabtu, 15 Jun 2024 17:03 WIB
Kompleks makam Sunan Drajat masih sepi pengunjung
Kompleks makam Sunan Drajat di Lamongan (Foto: Eko Sudjarwo/detikJatim)
Lamongan -

Menjelang Idul Adha, terdapat beberapa wisata religi yang bisa dikunjungi. Salah satunya, makam Sunan Drajat yang merupakan satu dari sembilan Wali Songo yang terkenal. Ia menjadi sosok penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Tak hanya menawarkan pengalaman spiritual, berziarah ke makam Sunan Drajat juga dapat menjadi edukasi supaya lebih mengenal dekat dengan sejarah penyebaran Islam di Jawa Timur.

Sekilas tentang Makam Sunan Drajat

Makam Sunan Drajat menjadi salah satu destinasi wisata religi Islam yang ada di Indonesia. Tempat ini memiliki nilai sejarah dan sisi edukatif. Makam ini sering dijadikan tempat ziarah oleh umat Islam dari berbagai daerah. Mereka rela menempuh jarak yang cukup jauh demi berziarah ke makam tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya berziarah, pengunjung juga dapat berkeliling di sekitar kawasan. Mereka akan disajikan peninggalan-peninggalan yang ada di sana. Selain makam sang wali, terdapat juga makam santri-santri Sunan Drajat yang bisa dikunjungi.

Para peziarah yang memasuki kawasan makam akan disambut oleh gerbang cungkup Sunan Drajat. Terdapat ukiran candra sangkala pada pintu tersebut. Ukiran tersebut menandakan tahun 1531 Saka (1609 M), yang dinilai sebagai penanda waktu pembangunan atau pemugaran.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya, terdapat tujuh tingkat teras yang harus dilalui oleh para pengunjung untuk sampai ke area makam Sunan Drajat. Pada sebagian besar teras awal di jalan menuju makam, bangunan yang mendominasi adalah bangunan kayu.

Akan tetapi, saat sampai ke beberapa teras terakhir, terdapat bangunan-bangunan yang beralih menjadi dominan menggunakan batu bata. Bangunan tersebut dibangun dengan gaya menyerupai miniatur candi.

Kompleks Makam Sunan Drajat sendiri mempunyai tiga teras. Pada teras ketiga yang paling belakang dan tertinggi, berdiri cungkup makam Sunan Drajat. Bangunan ini terdiri dari struktur tembok dengan tiga bagian utama yaitu bagian depan, bagian tengah, dan bagian belakang.

Lokasi dan Tarif Harga

Bagi detikers yang tertarik datang ke sini bisa langsung menuju Desa Drajat, Kecamatan Paciran yang berada di Kabupaten Lamongan. Sebelah utara wisata ini berbatasan dengan jalan setapak dan rumah penduduk.

Untuk masuk ke kawasan makam Sunan Drajat, pengunjung tidak perlu membayar tiket. Hal ini dikarenakan pihak pengelola memang tidak memungut biaya bagi seluruh wisata yang ingin berkunjung dan berziarah.

Profil Singkat Sunan Drajat

Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi dengan nama Raden Qasim. Ia merupakan anak bungsu dari pasangan Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila. Diketahui ia masih memiliki garis keturunan dengan Sunan Bonang yaitu berdarah Champa-Samarkand-Jawa. Hal ini dikarenakan sang ayah adalah putra Ibrahim Asmarakandi.

Sunan Drajat memperdalam ilmu agama langsung dari Sunan Ampel. Selanjutnya ia dikirim oleh sang ayah untuk berguru ke Sunan Gunung Jati yang berada di Cirebon. Setelah berguru dengan Sunan Gunung Jati, ia menikahi putrinya yang bernama Dewi Sufiyah dan menetap di Kadrajat. Maka dari itu, ia disebut sebagai Pangeran Kadrajat atau Pangeran Drajat.

Sunan Drajat juga menikah dengan Nyai Kemuning putri yang merupakan putri dari Kiai Mayang Madu. Kemudian menikah lagi dengan Nyai Retna Ayu Candra Sekar putri dari adipati Kediri Arya Wiranatapada.

Berbekal dengan pengetahuan dari Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat kembali ke Ampeldenta. Akan tetapi, sang ayah memerintahkan Sunan Drajat untuk menyebarkan dakwah islam di pesisir barat Gresik.

Dakwahnya dikenal dengan sebutan pepali pitu atau tujuh dasar ajaran. Dalam menyebarkan ajaran tersebut, Sunan Drajat terkadang memanfaatkan media kesenian seperti menggubah tembang tengahan macapat pangkur.

Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(hil/iwd)


Hide Ads