Ini 2 Tempat Sakral di Gunung Kawi yang Kerap Dikaitkan dengan Pesugihan

Ini 2 Tempat Sakral di Gunung Kawi yang Kerap Dikaitkan dengan Pesugihan

Muhammad Aminudin - detikJatim
Kamis, 12 Okt 2023 11:48 WIB
Dua lokasi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan di Gunung Kawi
Dua tempat sakral di Jatim yang kerap dikaitkan dengan pesugihan Gunung Kawi (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Malang -

Gunung Kawi dikenal sebagai objek wisata yang menyimpan sederet keindahan. Alamnya yang sejuk dan tenang membuat daerah ini menjadi tujuan para wisatawan dari dalam maupun luar negeri.

Namun, di balik keindahan itu Gunung Kawi menyimpan berbagai misteri yang ramai diperbincangkan masyarakat. Selain menjadi tempat untuk mencari pesugihan, ada dua tempat yang disakralkan oleh masyarakat. Sampai hari ini, dua tempat tersebut banyak dikunjungi oleh peziarah maupun wisatawan.

Berikut dua tempat sakral di Gunung Kawi yang dikaitkan pesugihan:

1. Pesarean Gunung Kawi

Pesarean Gunung Kawi merupakan tempat di mana Raden Mas Soeryo Koesoemo atau Kiai Zakaria II dan Raden Mas Iman Soedjono bersemayam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kiai Zakaria II yang kemudian dikenal dengan sebutan Eyang Jugo, merupakan kerabat dari Keraton Kertosuro yang menjadi pengawal perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda.

Eyang Jugo sebelumnya menetap dengan membangun padepokan di wilayah Dusun Jugo, Kesamben, Kabupaten Blitar. Eyang Jugo wafat pada Senin Pahing tanggal Satu Selo Tahun 1817 M. Jenazahnya dibawa dari Dusun Jugo, Kesamben menuju Wonosari, Kabupaten Malang, untuk dimakamkan sesuai permintaannya yaitu di sisi selatan Gunung kawi.

ADVERTISEMENT

Setiap tahun, para keturunan dan pengikutnya melakukan ziarah ke makam. Selain pada hari-hari tertentu, seperti saat malam Kamis Kliwon atau Jumat Legi, malam 1 Suro (Muharram), selalu diadakan perayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya. Upacara ini biasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para keturunan Eyang Sujo.

Dua lokasi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan di Gunung KawiPesarean Gunung Kawi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

"Di sini akan selalu ramai ketika malam 1 Selo untuk memperingati haul dari Eyang Jugo. Selain malam 1 Suro dan malam Kamis Kliwon, hari di mana Eyang Jugo dimakamkan," ujar Kadir, Ketua RT setempat saat ditemui detikJatim di lokasi, Kamis (12/10/2023).

Pada area pesarean juga terdapat makam dari Raden Mas Imam Soejono yang merupakan murid sekaligus anak angkat dari Eyang Jugo. Raden Mas Imam Soejono bersama pengikut Eyang Jugo sebelumnya melakukan babat alas di wilayah yang saat ini menjadi lokasi pesarean.

Namun sayang ketika detikJatim bertandang ke sana, pesarean Eyang Jugo tengah ditutup untuk pengunjung atau peziarah. Memang tidak bisa sembarangan untuk berziarah ke makam Eyang Jugo, yayasan yang diisi para kerabat Eyang Jugo yang mengelola pesarean, memberikan aturan ketat untuk jadwal berkunjung.

Saban hari, pesarean dibuka selama tiga kali. Yakni pagi mulai pukul 07.30 WIB sampai 11.00 WIB, siang pukul 13.30 WIB sampai 16.00 WIB, dan malam mulai pukul 19.30 WIB sampai 22.00 WIB.

Dua lokasi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan di Gunung KawiPesarean di Gunung Kawi Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

"Di sini dikelola oleh yayasan, di mana merupakan kerabat dari Eyang Jugo termasuk juru kunci. Pesarean akan dibuka tiga kali, pagi, siang dan malam. Hanya kalau malam Kamis Kliwon dibuka mulai pagi sampai malam," terang Kadir.

Di Gunung Kawi ini tampak jelas akulturasi budaya dari 5 agama, yakni Islam, Hindu, Budha, Konghucu, serta Kristen. Sehingga menjadi keunikan dari obyek wisata yang berada di ketinggian 800 mdpl ini.

Sementara itu, tepat di sisi selatan anak tangga menuju pesaeran, berdiri megah bangunan klenteng dan ciamsi. Kadir menyebut, bangunan untuk ibadah umat beragama Konghucu dan Budha itu dibangun oleh konglomerat ternama di Indonesia.

Dua lokasi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan di Gunung KawiPesarean di Gunung Kawi Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

Selain makam yang disakralkan, dalam kompleks pesarean juga tumbuh pohon Dewandaru yang dipercaya dan mitos yang berkembang merupakan pohon keberuntungan. Pohon itu tumbuh tepat di depan pesarean Eyang Jugo.

Pohon ini yang sering dikeramatkan oleh orang-orang. Konon katanya, jika bertapa di bawah pohon itu hingga kejatuhan buah, daun, atau benda lain kemudian dibawa pulang, maka akan mendapatkan keistimewaan tertentu termasuk bisa kaya.Namun tak semudah itu, lamanya menunggu kejatuhan benda tersebut tak sebentar. Bahkan ada yang bertapa hingga berbulan-bulan. Itu tergantung pada niat dan keikhlasan batin seseorang tersebut.

"Dari ceritanya pohon Dewandaru itu dari tongkat Eyang Jugo yang ditancapkan. Sering buahnya dinantikan karena dipercaya membawa keberuntungan, berbuah biasanya pada Bulan Desember," terang Kadir.

2. Keraton Gunung Kawi

Letak Keraton Gunung Kawi ini berada di ketinggian 2.860 mdpl, tepatnya di wilayah Dusun Gendoga, Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. Jika keraton biasanya identik dengan bangunan megah, tetapi Keraton Gunung Kawi mempunyai bangunan fisik yang jauh dari kemegahan.

Untuk menuju Keraton Gunung Kawi, bisa ditempuh kurang dari 1,5 jam dari Kota Malang dengan motor atau mobil. Hawa sejuk dengan aura mistis yang terasa kental akan dirasakan ketika sampai di Keraton Gunung Kawi.

Setelah memasuki area keraton, kesan mistis dan keramat semakin nyata. Di sana-sini ada banyak sekali sesajen. Ini menunjukkan bahwa tempat ini sering digunakan sebagai tempat pemujaan oleh warga yang mempercayainya.

Jika seseorang pertama kali memasuki area ini, pasti merasa merinding. Pasalnya, suasana keraton sangat hening nan keramat, akan membuat siapa pun yang memandangi setiap ornamen di sekitarnya bergidik.

Dua lokasi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan di Gunung KawiMakam di Keraton Gunung Kawi Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

Setelah memasuki pintu gapura, pengunjung akan menemui tiga makam yang dipercaya merupakan pengawal setia dari Eyang Tunggul Manik dan istrinya Eyang Tunggul Wati yang dimakamkan di kompleks dalam keraton. Mereka adalah Eyang Hamid, Eyang Broto dan Eyang Joyo.

Setelah melewati area makam tersebut, pengunjung akan menemui sebuah bangunan tepat berada di ujung anak tangga yang dinamai Kraton Gunung Kawi, pada sisi timur bangunan berdiri pohon Dewandaru yang dipercaya merupakan pohon keberuntungan. Sedangkan pada sisi barat terdapat bangunan tempat ibadah umat beragama Konghucu.

Seperti halnya pesarean, di Keraton Gunung Kawi juga menunjukkan adanya keberagaman budaya dan keyakinan dari lima agama, dengan berdirinya masjid, gereja, pura, dan klenteng.

Makam Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati berada di sisi utara dari keraton atau tepat di ujung bawah anak tangga untuk menuju tempat pertapaan.

Jono, salah satu penjaga makam mengatakan, kompleks keraton berada di lahan milik Perhutani. Pengelolaan dilakukan bersama masyarakat desa setempat. Pada hari-hari tertentu seperti malam Kamis Kliwon dan malam 1 Suro (Muharam) keraton selalu dipenuhi oleh banyak peziarah.

Dua lokasi yang kerap dikaitkan dengan pesugihan di Gunung KawiKawasan Keraton Gunung Kawi Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim

"Di sini kalau malam Selasa Kliwon, Kamis Kliwon dan malam 1 Suro selalu ramai para pengunjung untuk berziarah. Mereka dari berbagai daerah luar Malang maupun dari luar Jawa," ujar Jono ditemui di Keraton Gunung Kawi.

Jono menuturkan, Eyang Tunggul Manik bersama istrinya Eyang Tunggul Wati berasal dari wilayah Kerajaan Daha, Kediri, yang memilih untuk menjauh dan menetap di wilayah yang sekarang menjadi komplek keraton.

"Beliau merupakan punjer (pusat) dari keraton ini, asalnya dari Kediri dan masih ada hubungan dengan Mpu Sindok. Kalau pesarean asalnya Yogyakarta," terang Jono.

Jono mulai merawat dan menjadi penjaga makam Eyang Tunggul Manik, sepeninggal ayahnya pada 2010. Menurut Jono, tiga makam yang berada di depan keraton merupakan makam dari pengawal setia dari Eyang Tunggul Manik.

"Tiga makam di depan, merupakan pengawal dari Eyang Tunggul Manik. Sesuai namanya diyakini merupakan sanepan, Eyang Hamid dimaknai amit atau permisi, Eyang Broto dimaknai bertapa atau meditasi untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Eyang Joyo melambangkan kejayaan atau barokah. Jadi prosesnya begitu," tuturnya.

Jono menegaskan, bahwa keraton merupakan tempat untuk berziarah seperti pada umumnya. Apa yang dilakukan pengunjung banyak untuk memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan niat dan keinginan yang diinginkan oleh masing-masing individu.

"Di sini pengunjung seperti berziarah ke makam-makam pada umumnya, tawasulan, tahlil ada juga yang menggelar tirakatan kemudian diakhiri dengan slametan. Tidak ada yang katanya pesugihan dengan syarat tertentu, apalagi nyawa," tegasnya.




(hil/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads