.webp)
Bila menyebut Malang, pasti tak lepas dari Buah Apel. Daerah bersuhu udara sejuk ini identik sebagai penghasil Apel hingga dijuluki Kota Apel. Tapi tahukah Anda, tadinya tak ada Apel di Malang Raya lho.
Peneliti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Kementerian Pertanian Sutopo menjelaskan bahwa Apel sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia. Belanda yang membawanya ke Tanah Air.
"Apel bukan asli Malang atau Indonesia. Itu buah dari luar negeri, tepatnya dari negara sub tropis. Belanda waktu itu yang membawa apel ke sini sekitar 1930-an," kata Sutopo kepada detikJatim, Selasa (5/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di masa uji coba, ujar Sutopo, Belanda membawa beberapa jenis bibit buah apel ke wilayah Malang Raya. Lokasi ini dipilih karena memiliki iklim udara yang sesuai untuk budidaya Buah Apel.
Dari sana-lah buah Apel menjadi salah satu komoditas andalan yang menjadi mata pencaharian masyarakat Malang dan berlanjut hingga sekarang. Hingga Malang Raya pun mendapat julukan sebagai Kota Apel.
"Dijuluki kota apel karena di Indonesia Apel hanya dihasilkan dari wilayah Malang Raya. Kalaupun ada di daerah lain, jumlahnya sedikit. Seperti di Nongkojajar, Pasuruan. Ini karena iklim Malang Raya sangat cocok untuk buah apel, karena suhu udaranya dingin," ujarnya.
Menurut Sutopo, pada 1930-an silam sebenarnya Belanda membawa beragam jenis bibit Buah Apel ke Indonesia. Tujuannya untuk mencukupi kebutuhan orang-orang Belanda yang menyukai Apel, selama di Indonesia. Tetapi tidak semua bibit apel bisa tumbuh di Malang.
"Belanda waktu itu bawa banyak bibit, tapi yang cocok disini (Malang) hanya tiga varietas saja. Apel Manalagi, Prices Noble, dan Rome Beauty. Tiga tanaman apel yang banyak ditanam petani di Malang Raya," tuturnya.
Sentra produksi apel di Malang Raya ada di Kota Batu dan Poncokusumo. Dua wilayah itu memang penghasil buah apel terbesar dan Indonesia. Terutama untuk jenis Apel Manalagi.
"Sentra apel itu Batu dan Poncokusumo, sebagai penghasil apel manalagi. Kalau Pasuruan di Nongkojajar saja. Tetapi sekarang ini, produktivitasnya menurun. Karena banyak petani beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan," katanya.
(dpe/iwd)
