Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) sedang mencari tahu kandungan gas air mata yang ditembakkan polisi saat Tragedi Kanjuruhan. KontraS menggandeng sejumlah ahli untuk menguji kandungan gas air mata itu ke laboratorium.
"Iya, menuju ke sana (melakukan uji lab), kita bekerjas ama dengan beberapa teman yang mempunyai keahlian itu (melakulan pemeriksaan kandungan gas air mata)," tegas Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan saat diwawancarai awak media, Kamis (13/10/2022).
Ia mengatakan bahwa sejumlah selongsong peluru yang ditemukan menunjukkan bahwa gas air mata itu telah kedaluwarsa. Dikatakan Andy, berdasarkan informasi yang didapat dari sejumlah ahli, gas air mata yang digunakan saat itu berbahaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kedaluwarsa, ada expired 2017. Beberapa ahli memberikan informasi kepada kami bahwa itu mematikan, sesuai dengan tanda yang melekat pada tanda itu, tapi kajian soal ini masih belum selesai, kita masih teliti dulu," terangnya.
Sejauh ini pihaknya telah menemukan sejumlah peluru gas air mata dengan ciri-ciri yang berbeda seperti keterangan dan warna. Satu selongsong peluru gas air mata yang ditemukan KontraS juga sudah diberikan kepada Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
"Sejumlah selongsong peluru kita temukan, sebagian ada data dan sebagian tidak (keterangan pada selongsong). Yang kita temukan itu ada warna hijau dan kuning. Beberapa waktu lalu juga sudah kita serahkan ke TGIPF satu, sisanya sekitar 5 atau 6 belum," kata dia.
Selain mencari tahu kandungan gas air mata, KontraS juga meminta pendapat pada para ahli untuk mengetahui dampak yang disebabkan gas air mata kepada kesehatan manusia. Sehingga, bisa diketahui ratusan orang meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan itu karena dampak gas air mata yang ditembakkan polisi.
"Sejauh ini kami berkeyakinan berdasarkan informasi yang didapat di lapangan, kematian utama karena gas air mata. Sebagian di antaranya ada yang meninggal karena berdesak-desakan dan terhimpit," tandasnya.
(hil/dte)