Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) terus menggali informasi dan mengumpulkan data terkait Tragedi Kanjuruhan. Mereka juga ikut berusaha menguak fakta yang sebenarnya terjadi saat malam mencekam di Kanjuruhan 1 Oktober silam.
Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengatakan, berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi, sementara ini disimpulkan bahwa gas air mata punya peran besar di Kanjuruhan saat itu. Gas air mata yang ditembakkan aparat menjadi pemicu banyaknya korban meninggal dunia.
"Gas air mata yang digunakan oleh Brimob, dari temuan ini, kami menyimpulkan adalah penyebab utama dari kericuhan penonton yang menimbulkan kematian," ujar Andy saat diwawancarai awak media, Kamis (13/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andy mendesak polisi agar tidak terburu-buru membuat kesimpulan.
"Saya kira polisi tidak bisa terburu-buru menyimpulkan bahwa penyebab kematian itu karena himpitan dan berdesak-desakan," sambungnya.
Kesimpulan bahwa gas air mata menjadi penyebab kematian banyak orang itu juga berdasarkan fakta-fakta yang telah didapat oleh KontraS. Salah satunya adalah ditemukannya banyak korban yang sudah meninggal saat berada di tribun.
"Sangat banyak fakta yang menunjukkan bahwa ratusan orang yang meninggal itu tergeletak lemas di tribun. Artinya, walaupun tanpa autopsi, kita bisa menduga bahwa mereka meninggal akibat asap dari gas air mata," kata Andy.
Ia menambahkan, salah polisi yang turut meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan tersebut juga ditemukan saat berada di tribun. Artinya, kematian korban itu tidak bisa hanya dikatakan karena berhimpitan, berdesakan, atau terinjak-injak.
"Puluhan mayat termasuk bapak polisi itu meninggal dan tergeletak di tribun 13. Tidak berhimpitan, jadi mereka terkepung oleh asap, terus sesak napas dan meninggal. Sebagian meninggal di ruang tunggu, bukan berhimpitan, jadi panpel menyelamatkan orang terus mati di situ," tandasnya.
(hil/dte)