Tragedi maut di Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban. Mereka mendesak kasus tersebut diusut tuntas.
Salah satunya Hari Wirena, ayah korban Indhi Rahma Putri (20), warga Desa/Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung. Ia mengatakan, kabar kematian anaknya dalam tragedi itu diketahui saat ia tengah di Jakarta untuk mengikuti latihan bersama TNI AL di Lampung.
"Saya mau berangkat latihan gabungan posisi lagi di Jakarta untuk ke Lampung, paginya dikabari itu," kata Hari ditemui usai menerima kunjungan Menteri Sosial Tri Rismaharini di Kantor Kecamatan Ngantru, Sabtu (8/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, kepergian Indhi bersama ratusan korban lainnya masih menyisakan tanda tanya. Hari mengaku belum mendapatkan penjelasan secara langsung dari pihak panpel terkait kronologi kerusakan yang ikut merenggut nyawa anaknya.
"Sampai saat ini belum ada kunjungan atau bela sungkawa dari penyelenggara kepada korban, khususnya yang di Kabupaten Tulungagung ini. Nanti kalau kedatangan pihak penyelenggara kami akan tanyakan bagaimana kronologi kejadian yang sebenarnya," ujarnya.
Penjelasan dari panpel dinilai penting untuk mengobati kesedihan dan duka yang dialami seluruh keluarga korban.
"Artinya hati kita yang belum puas itu bisa tahu kok sampai terjadi seperti ini, sementara penontonnya (suporter) Arema semua itu," jelasnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta pemerintah mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan dan memproses hukum siapapun yang terlibat.
"Tolong diusut sampai tuntas kok sampai kejadian seperti itu, kok sampai mengeluarkan gas air mata. Pertandingan kan sudah selesai, cuma ada beberapa oknum (suporter) yang turun, yang di tribun yang ditembak itu, kok nggak yang di lapangan," sesalnya.
Hari pun mempertanyakan prosedur penggunaan tembakan gas air mata yang dilancarkan aparat kepolisian, karena penggunaan tembakan justru memancing terjadinya kepanikan massa hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
"Kalau biasanya polisi itu mengayomi masyarakat, kok sampai kejadian seperti itu, di mana pengayomannya. Kita saja yang di perbatasan tidak sampai seperti itu kalau tidak ada komando dari atasan," imbuhnya.
(hil/dte)