Duka masih menyelimuti Suwarji dan Suminten. Pasutri ini masih dihinggapi kesedihan setelah anak angkatnya, Andika Bayu Pradana (17) meninggal dunia, menjadi salah satu korban Tragedi Kanjuruhan.
Warga Dusun Salam, Desa Kedawung, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar ini mengaku, sang istri sebenarnya sempat melarang Dika-sapaan akrab Andika- pergi menonton laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam. Pasalnya, hari itu, cuaca buruk tengah melanda wilayah Blitar.
Suminten mengisahkan, sore itu hujan turun dengan deras. Mendung gelap menggelayut di langit Blitar. Namun, Dika tetap nekat berangkat ke Kanjuruhan meski tak direstui sang ibu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, orang tua angkat Dika juga tak bisa memberi uang saku untuk berangkat ke Malang.
"Sempat minta uang saku, tapi kita lagi tidak punya uang lebih. Terus dia telepon ayah tirinya di Kalipare Malang, kemudian ditransfer sama ayahnya sana," kata Suminten kepada detikJatim, Kamis (6/10/2022).
Tepat pukul 16.00 WIB, Dika bersama teman-teman hingga saudaranya berangkat ke Malang. Mereka berangkat dengan diiringi hujan gerimis. Dika pun nekat menerjang hujan demi memberikan dukungan langsung kepada klub kesayangannya.
Sayang saat sampai di Stadion Kanjuruhan Malang, Dika dan rekannya tak mendapatkan tiket. Alhasil, mereka menonton di luar stadion. Andika pun larut dalam suasana menunggu pertandingan, hingga akhirnya salah satu pintu tribun stadion Kanjuruhan dibuka oleh petugas.
"Dia masuk ke situ, bareng dengan teman dan orang-orang di sekitar sana. Tapi temannya tidak bisa masuk, karena memang sudah padat sekali orangnya," imbuh Suwarji.
Akhirnya, Dika harus menemui ajalnya usai laga Arema FC vs Persebaya. Baik Suwarji maupun Suminten mengaku tidak memiliki firasat apapun dengan kepergian Dika. Sebelum berangkat ke Kanjuruhan, Dika beraktivitas seperti biasanya. Saban hari, Dika mencari lumut untuk dijual. Sepulang mencari lumut, ia juga berada di rumah sampai sore hari.
Suwarji juga menceritakan sosok Dika yang begitu dekat dengan keluarga angkatnya. Sejak usia tiga bulan, Dika sudah berada dalam kehangatan keluarga Suwarji dan Suminten. Dika sudah dianggap seperti anak sendiri.
"Saya ini paman dari ayah kandungnya. Ya bisa dibilang kakek. Tapi dia manggil saya dan ibu ya bapak dan emak, bukan kakek nenek," kata Suwarji.
Meski menjadi anak angkat, tetapi Dika selalu mendapatkan kasih sayang yang lebih dari Suwarji dan Suminten. Bahkan, mereka mengakui ikatan batin mereka sangat kuat.
"Nggak pernah minta apa-apa, kami minta lanjut sekolah SMK saja tidak mau. Kalau kata orang-orang nggak mau merepotkan kita berdua," imbuh Suminten.
Kini, tak ada lagi anak bungsu yang dimanja oleh Suwarji dan Suminten. Keluarga sederhana ini pun sudah ikhlas dengan kepergian Dika. Namun, Suwarji ingin tragedi yang merenggut 131 nyawa ini diusut tuntas.
"Kami ikhlas, tapi kami juga ingin kejadian ini diusut dengan tuntas. Jangan lagi ada kejadian seperti ini lagi," tukas Suwarji.
(hil/dte)